Warga Osing Tak Bisa Lepas dari Kain Tenun Mulai Lahir hingga Meninggal

Warga Osing Tak Bisa Lepas dari Kain Tenun Mulai Lahir hingga Meninggal

Ardian Fanani - detikJatim
Rabu, 14 Sep 2022 13:40 WIB
pengrajin tenun osing
Kain tenun khas Suku Osing yang digunakan saat pernikahan/Foto: Ardian Fanani/detikJatim
Banyuwangi -

Pernahkah Anda melihat acara kebudayaan suku Osing Banyuwangi? Jika pernah, sebagian dari Anda mungkin memperhatikan kain yang digunakan masyarakat Osing. Ya, itu adalah kain tenun khas Suku Osing.

Kain tenun tersebut berupa jarit dan biasa digunakan oleh masyarakat Desa Kemiren, yang masih menjunjung tinggi adat Osing. Kain itu biasa digunakan sebagai media upacara adat kelahiran hingga kematian.

"Sesuai dengan tradisi adat. Jarit tenun itu kita gunakan untuk upacara adat," ujar Suhaimi, Ketua Adat Suku Osing Kemiren Banyuwangi kepada detikJatim, Minggu (11/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masyarakat Osing gunakan kain tenun khas OsingMasyarakat Osing menggunakan kain tenun khas Osing/Foto: Ardian Fanani/detikJatim

Jarit-jarit itu menjadi aksesoris pakaian adat dan berbagai aktivitas lainnya. Seperti untuk menggendong bayi, membawa dandang, pengikat tiang manten (pernikahan) sampai penggendong paesan (nisan).

"Makanya dibutuhkan mulai sejak manusia lahir, menikah, hingga meninggal dunia. Warga Kemiren tidak bisa meninggalkan hal itu. Karena memang itu peninggalan nenek moyang kita," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Suhaimi mengaku, jarit tenun memiliki makna tersendiri bagi warga Desa Kemiren. Hal itu tercermin dari proses pembuatannya dari mulai pemintalan benang hingga menjadi sebuah kain yang kokoh dan kuat.

"Sama juga dengan tenun, kehidupan manusia itu saling berkaitan. Oleh karena itu, kita tidak bisa hidup sendiri. Mulai dai bayi diasuh orang tua, nikah pun juga bareng dengan manusia lain. Sementara, saat meninggal pun kita dikubur oleh kerabat dan tetangga," tambahnya.

Sahaimi mengaku sedih dengan kondisi penenun khas Osing saat ini yang hanya tersisa satu orang. Yakni Siyami (70), warga Dusun Delik, Desa Jambesari, Kecamatan Giri.

Dia berharap ada penerus dari Siyami saat ini. Sebab, masyarakat khawatir kain tenun itu akan punah.

"Ya namanya kain pasti akan lapuk. Kami harap pemerintah bisa melakukan upaya agar kain jarit khas Banyuwangi ini tidak punah," pungkasnya.




(hse/sun)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads