Pernahkah Anda melihat acara kebudayaan suku Osing Banyuwangi? Jika pernah, sebagian dari Anda mungkin memperhatikan kain yang digunakan masyarakat Osing. Ya, itu adalah kain tenun khas Suku Osing.
Kain tenun tersebut berupa jarit dan biasa digunakan oleh masyarakat Desa Kemiren, yang masih menjunjung tinggi adat Osing. Kain itu biasa digunakan sebagai media upacara adat kelahiran hingga kematian.
"Sesuai dengan tradisi adat. Jarit tenun itu kita gunakan untuk upacara adat," ujar Suhaimi, Ketua Adat Suku Osing Kemiren Banyuwangi kepada detikJatim, Minggu (11/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Jarit-jarit itu menjadi aksesoris pakaian adat dan berbagai aktivitas lainnya. Seperti untuk menggendong bayi, membawa dandang, pengikat tiang manten (pernikahan) sampai penggendong paesan (nisan).
"Makanya dibutuhkan mulai sejak manusia lahir, menikah, hingga meninggal dunia. Warga Kemiren tidak bisa meninggalkan hal itu. Karena memang itu peninggalan nenek moyang kita," ujarnya.
Suhaimi mengaku, jarit tenun memiliki makna tersendiri bagi warga Desa Kemiren. Hal itu tercermin dari proses pembuatannya dari mulai pemintalan benang hingga menjadi sebuah kain yang kokoh dan kuat.
"Sama juga dengan tenun, kehidupan manusia itu saling berkaitan. Oleh karena itu, kita tidak bisa hidup sendiri. Mulai dai bayi diasuh orang tua, nikah pun juga bareng dengan manusia lain. Sementara, saat meninggal pun kita dikubur oleh kerabat dan tetangga," tambahnya.
Sahaimi mengaku sedih dengan kondisi penenun khas Osing saat ini yang hanya tersisa satu orang. Yakni Siyami (70), warga Dusun Delik, Desa Jambesari, Kecamatan Giri.
Dia berharap ada penerus dari Siyami saat ini. Sebab, masyarakat khawatir kain tenun itu akan punah.
"Ya namanya kain pasti akan lapuk. Kami harap pemerintah bisa melakukan upaya agar kain jarit khas Banyuwangi ini tidak punah," pungkasnya.
(hse/sun)