Sementara Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Makruf Khozin menyebut, hal yang wajar saat para ulama memprotes soal lirik Joko Tingkir.
"Kebetulan saya juga kalau di mobil nyetir sering dengar itu, liriknya 'Joko Tingkir Ngombe Dawet'. Jadi saya anggap wajar ketika sosok Gus Muwafiq dan ulama lain keberatan," kata ulama yang akrab disapa Kiai Makruf ini kepada detikJatim saat dikonfirmasi, Kamis (11/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Kiai Makruf, sosok Joko Tingkir merupakan ulama dari tanah Jawa. Pihaknya menyarankan pencipta lagu untuk mengalah dan mencari sajak alternatif lain.
"Lebih baik mengalah saja, cari padanan kata yang tidak harus Joko Tingkir. Sisi positifnya kita tahu, Joko Tingkir salah satu ulama di tanah Jawa ini," imbuhnya.
![]() |
Ia berharap, dengan kejadian ini, bisa menjadi pelajaran bagi banyak seniman untuk mempertimbangkan sajak khususnya yang menyangkut nama orang.
"Sebenarnya yang dikehendaki itu kan adalah sajaknya, dia ingin bersajak, Joko Tingkir ojok mikir (Jangan berfikir). Dia ingin bersajak, melantun, cuma sayangnya Joko Tingkir itu bukan hanya sebuah legenda nama, tapi seorang ulama," katanya.
"Selama ini orang-orang menganggap Joko Tingkir di film dan memegang pedang, lebih dari itu, Joko Tingkir sosok seorang ulama. Jadi tetap kemuliaan ya dijaga, dan bisa dijaga dengan mengganti redaksi kata yang lain," tandasnya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Lamongan Siti Rubikah menyebut, petilasan Joko Tingkir memang ada di Desa Pringgoboyo, Kecamatan Maduran. Petilasan Joko Tingkir ini baru diketahui setelah almarhum Gus Dur pernah beberapa kali berziarah ke petilasan tersebut.
"Kisah tentang petilasan Joko Tingkir ini pernah disampaikan oleh almarhum Gus Dur dan hingga sekarang petilasan inipun masih ramai dikunjungi," tambahnya.
(fat/iwd)