Mengobati Kerinduan Zaman Emas Ludruk Lewat Komunitasnya di Surabaya

Praditya Fauzi Rahman - detikJatim
Sabtu, 06 Agu 2022 14:26 WIB
Cak Roberts Bayoned dan kawan-kawan saat pentas ludruk (Foto: Praditya Fauzi Rahman)
Surabaya -

Erland Setiawan bersama sejumlah rekannya tampak antusias saat mementaskan Ludruk. Banyolan khas Jawa Timuran itu kerap mengundang decak kagum, senyuman, hingga tawa riang para penonton.

Memang, era ini bukan lagi zaman keemasan bagi Ludruk. Hal tersebut pun diamini pria yang memiliki nama panggung Robets Bayoned itu.

Bernostalgia Peran Ludruk Lawas dengan Alur Cerita Kekinian

Erland mengatakan kisah yang dibawakan dalam setiap pementasan pasca pandemi COVID-19 didominasi permasalahan atau kegelisahan teranyar di sekitar. Semuanya dikemas sesuai era penonton saat ini, terutama milenial.

"Kita sengaja membawa cerita-cerita Kartolo Cs untuk mengobati kerinduan teman-teman terhadap cerita mereka," kata Erland kepada detikJatim.

Dalam pementasan, ia dan sejumlah rekannya kerap bergiliran atau berganti peranan. Misalnya, Erland memerankan Kartolo, di kemudian hari ia memerankan tokoh lainnya.

"Tidak mesti ya, sering gantian, saya, Ipul, Ponco, Amin Abiyoso, dan Tari. Yang pasti, semuanya dalam naungan Republik Ludruk Indonesia, yang mengerjakan teman-teman Barisan Ludrukan Anak Muda (Balada) Sidoarjo," ujarnya.

Adopsi dan Berkiblat pada Ludruk Original

Seyogyanya, setiap kisah dan peranan yang dibawa memang tak fokus harus sama seperti tokoh asli. Meski begitu, pementasan yang ditayangkan lebih ke arah ceritanya.

"Jadi, tokoh-tokoh itu hanya simbol saja dan karakternya tidak harus sama, pokok'e gampang, dengan cara mendengarkan, pokok'e memper-memper (mirip-mirip sekilas), tapi isi banyolan-banyolan (guyonan) dari versi kita sendiri melalui kaset koleksi tape dan referensi lainnya," tuturnya.

Ketua Republik Ludruk Indonesia (RLI) itu menyatakan, Ludruk sendiri muncul sebagai alat perjuangan di zaman kolonial. Kala itu, arek-arek Suroboyo berjuang untuk hal yang lebih baik melalui guyonan satir, menggelitik, namun tetap etis.

Foto: Praditya Fauzi Rahman

Sekarang pun, Erland mengaku mempunyai prinsip tidak bergantung pada pemerintah. "Pemerintah mau peduli atau tidak peduli, ya Ludruk harus berjuang sendiri. Peduli yo alhamdulillah tak tampani (diterima), gak peduli yo gak masalah, karena awal Ludruk pun juga berjuang sendiri, ludruk menghidupi dirinya sendiri," katanya.

"Lek jaman biyen misale karena musuhe Jepang, dadi ngudoroso karo kidungane tentang yok opo carane wong-wong ngelawan Jepang, di antaranya saat itu yang melakukan Cak Durasim, dibantu Munali Fatah dan kawan-kawan, di tahun 1943 dengan memunculkan ludruk organisasi yang saat itu memakemkan Remo, Kidungan, Jula Juli, dan masih banyak lagi (Kalau zaman dulu misalnya karena musuhnya Jepang, jadi Ngudoroso sama Kidungan tentang bagaimana caranya orang-orang bisa melawan Jepang, diantaranya saat itu yang melakukan Cak Durasim, dibantu Munali Fatah dan kawan-kawan, di tahun 1943 memunculkan Ludruk organisasi yang saat itu memakemkan Remo, Kidungan, Jula-Juli, dan masih banyak lagi)," lanjutnya.




(iwd/iwd)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork