Berangkat dari rumah kepala desa terpilih, ratusan warga suku Tengger dari Desa Wonotoro, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo mengarak aneka macam sesaji menuju Punden Sanggar yang ada di lereng Gunung Bromo.
Aneka sesaji berisi kepala sapi, jajanan pasar, buah dan sayuran hasil bumi diarak ke punden yang jaraknya 3 kilometer berada di lereng bukit pegunungan Bromo.
Upacara adat dengan berbagai ritual di dalamnya bertujuan untuk kembali mempersatukan warga agar guyub dan rukun setelah perhelatan Pilkades beberapa bulan lalu. Sekaligus untuk menyambut pemimpin desa yang baru.
Memakai baju khas suku Tengger dengan iringan gamelan khas Tengger Bromo, warga menyusuri perkampungan hingga ladang di sekitar perbukitan kawasan Gunung Bromo.
![]() |
Sampai di Punden Sanggar, aneka sesaji dan kepala kerbau diletakkan. Mantra-mantra dibacakan oleh dukun adat setempat. Selanjutnya, sesaji yang sudah didoakan dibagikan ke warga, sedangkan kepala sapi dibungkus kain putih dan dikubur di dalam area pure punden.
Kepala Desa Wonotoro yang baru Sarwo Slamet mengatakan, upacara adat Mayu Desa ini adalah tradisi yang dilakukan setiap kali ada pergantian kepala desa. Selain untuk memperkenalkan kepala desa yang baru, ritual itu juga untuk mempersatukan kembali warga.
"Sudah menjadi tradisi setiap pergantian kepala desa baru, selain udah menjadi tradisi, juga untuk mengembalikan kerukunan warga setelah perbedaan pilihan Pilkades," kata Slamet kepada detikJatim.
Perlu diketahui bahwa suku Tengger adalah warga yang bermukim di lereng Gunung Bromo. Masyarakat Tengger adalah peradaban dari legenda Roro Anteng dan Joko Seger. Hingga saat ini warga sangat taat memegang teguh tradisi nenek moyang.
Warga berharap, setelah upacara adat Mayu Desa itu warga suku tengger Bromo bisa kembali bersatu agar tercipta kerukunan antar warga meski sebelumnya mendukung calon kepala desa yang berbeda-beda.
(dpe/iwd)