Bagi masyarakat Ijen dan sekitarnya, legenda Nong Pegghe' sudah sangat akrab di telinga. Bahkan, mereka meyakini legenda tersebut benar-benar ada.
Nong Pegghe' berasal dari kata gunong pegghe'. Artinya, gunung yang terputus. Dalam bahasa lokal Madura, nong/gunong artinya gunung, dan pegghe' berati putus.
Jika diperhatikan sepintas dari kejauhan, Nong Pegghe' memang terlihat sebagaimana namanya. Gugusan pegunungan di utara Kecamatan Ijen, Bondowoso itu memang seolah-olah terputus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irfan (36) warga Desa Sempol, Ijen menuturkan bahwa kisah Nong Pegghe' itu sudah turun temurun diceritakan oleh para leluhur hingga pada generasi berikutnya.
"Cerita tentang gunong pegghe' itu sudah mengakar di daerah sini (kawasan Ijen dan sekitarnya). Sudah sejak kakek buyut saya," tutur bapak dua anak ini, Rabu (1/6/2022).
Kisah yang berkembang di kalangan masyarakat sekitar Ijen, Bondowoso, legenda Nong Pegghe' bermula ketika Prabu Damarwulan berperang dengan tokoh sakti mandraguna dari Blambangan bernama Minak Jinggo.
Dalam peperangan itu, Minak Jinggo bisa dikalahkan oleh Damarwulan. Akibatnya, darah bercucuran dari tubuh Minak Jinggo. Cucuran darah itu lantas berceceran di atas tanah hingga menjadi bongkahan batu hitam nan keras.
Kelak, cucuran darah Minak Jinggo yang telah menjadi batu hitam keras itu menjadi aliran yang bisa dilihat memanjang dari Plalangan hingga Blawan. Secara ilmiah, kawasan ini disebut Aliran Lava Plalangan.
Kendati darah sudah berceceran, dalam legenda itu, Minak Jinggo bukannya mati. Ia malah mengeluarkan senjata pamungkas yang sudah termasyhur. Yakni Gada Wesi Kuning Minak Jinggo.
Senjata itu ia sabetkan ke Prabu Damarwulan tapi tidak kena. Gada itu justru mengenai sebuah gunung. Akibat sabetan Gada Wesi Kuning itu, gunung yang kena pukulan gada itu pecah dan terbelah.
Dari sejumlah sumber dan literasi geologi, gunung yang disebut dalam legenda tentang Nong Pegghe' merupakan sesar atau patahan Blawan. Yakni terpisahnya gugusan gunung di lingkar dinding kaldera.
Patahan itu lantas menjadi lintasan tempat bertemunya semua sungai yang ada di wilayah Ijen. Termasuk limpasan air panas dan air asam yang berasal dari Kawah Ijen.
Bahkan, di kawasan yang disebut-sebut dalam legenda Nong Pegghe' itu kini juga terdapat air terjun yang kemudian dikenal dengan Air Terjadi Blawan. Oleh masyarakat setempat air terjun itu juga disebut air terjun ditelan bumi.
Penyebutan yang terakhir itu karena tak ada yang tahu ke mana jatuhnya air yang terjun dari Air Terjun Blawan. Sedangkan secara ilmiah disebutkan, Air Terjun Blawan adalah limpasan bersatunya semua sungai di Kecamatan Ijen.
(dpe/iwd)