Di Taman Pecut Kota Blitar terdapat monumen ikonik berbentuk cambuk yang diabadikan dari legenda Pecut Kyai Samandiman. Konon pecut itu bisa membelah aliran lahar sehingga kota itu aman dari terjangan lahar Gunung Kelud.
Monumen Pecut Samandiman sekaligus Taman Pecut Kota Blitar itu diresmikan Wali Kota Blitar ketika masih dijabat Muhammad Samanhudi Anwar tepatnya pada Juni 2017 silam. Patung berbentuk tangan memegang pecut itu memiliki filosofi mengajak orang Blitar agar lebih bersemangat.
Saat meresmikan monumen dan taman itu Pemkot Blitar berharap Taman Pecut akan merubah corak Kota Blitar. Dari kota yang adem ayem yang warganya lumuh (malas) menjadi kota yang warganya menjadi pekerja yang luar biasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Bapeda Pemkot Blitar Tri Iman Prasetyono mengungkapkan bahwa pembangunan Taman Pecut itu memang untuk mengabadikan legenda Pecut Samandiman.
"Taman Pecut memang menggambarkan Pecut Samandiman. Pecut sakti itu milik Bupati Blitar ke-3 Kanjeng Pangeran Sosrohadinegoro yang menjabat dari 1915-1918 silam. Kedahsyatan pusaka ini sangat terkenal sampai sekarang dan kisah ini dipercaya orang Blitar," kata Tri kepada detikJatim, Rabu (6/4/2022).
![]() |
Konon ketika lahar Gunung Kelud datang dari arah utara mengalir menuju pendapa kabupaten pecut Samandimandilecutkan oleh sang pemilik. Suaranya menggelegar sampai angkasa dan aliran lahar pun tersibak, terbelah menjadi dua.
Posisi Blitar tempo dulu memang tepat berada di tengah dua jalur aliran lahar Kelud. Di sebelah timur ada Kali Putih dan jalur barat mulai Sumberasri, Kecamatan Nglegok sampai ke Bacem. Setelah peristiwa lecutan Pecut Samandiman itulah dipercaya aliran lahar itu menjadi dua jalur lagi ke arah Udanawu dan Ponggok.
Sayangnya, tak ada satu pun sisa sejarah yang membuktikan kebenaran yang melegenda itu. Fisik Pecut Samandiman itu juga tak pernah dijumpai orang lain selain Sang Pemilik. Menurut Tri Iman sejak Bupati Blitar masa kolonial meninggal, Pecut Samandiman itu pun dikabarkan hilang.
Berdasarkan data yang dikumpulkan detikJatim, ada cerita tutur yang berkembang bahwa pemilik Pecut Samandiman adalah Raja Klono Sewandono yang berkuasa di wilayah Ponorogo. Gaman atau senjata sakti itu diperoleh Raja Klono Sewandono setelah bertapa di Gunung Lawu.
![]() |
Hasil pertapaan itu, dia memperoleh cambuk Samandiman dan Kuda kembar untuk tunggangan Gemblak yang akan dipertunjukan ke kerajaan Daha sebagai salah satu syarat sayembara untuk mendapatkan seorang putri.
Bagaimana senjata sakti itu bisa kemudian dimiliki Bupati Blitar ke 3? Tidak ada yang tahu pasti ceritanya. Tri Iman menilai, minimnya literasi membuat legenda kisah ini berakhir di Kota Blitar.
"Ada jeda dalam legenda itu. Ada loncatan waktu. Klono Sewandono zaman Wengker pra Majapahit. Lalu ada tiga periode di zaman Majapahit. Kemudian ada bupati di masa Belanda. Nah di zaman Belanda itu kemudian muncul kisah-kisah baru pengikut Pangeran Diponegoro (1825-1830) yang hijrah ke Blitar. Termasuk legenda kesaktian Pecut Samandiman baru muncul lagi saat itu," pungkasnya.
(dpe/fat)