Namanya Pondok Pesantren (Ponpes) Bahrul Ulum, namun masyarakat lebih mengenalnya sebagai Ponpes Tambakberas. Ponpes yang berlokasi di Desa Tambakrejo, Kecamatan Jombang ini didirikan oleh seorang kiai sakti dari Tuban pada 197 tahun silam.
Saat ini, ponpes menampung belasan ribu santri dari berbagai daerah di Indonesia. Tak heran jika ponpes Tambakberas merupakan salah satu yang terbesar di Jombang.
Pengasuh Ponpes Bahrul Ulum, KH Moh Hasib Wahab Hasbulloh menuturkan sejarah pesantren ini berawal dari tahun 1825. Kala itu, seorang kiai sakti bernama KH Abdus Salam hijrah dari Tuban ke Jombang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari silsilahnya, Kiai Salam merupakan putra dari Kiai Abdul Jabbar atau Pangeran Sumoyudo. Kiai Jabbar sendiri cucu dari Penguasa Pajang, Sultan Hadiwijoyo atau Joko Tingkir. Kakek Kiai Jabbar adalah Pangeran Benowo.
"Ketika itu beliau dicari penjajah karena tokoh penggerak, maka beliau tinggal di situ (Dusun Gedang, Desa Tambakrejo). Dulunya masih semak-semak, belum ada penduduknya," kata Kiai Hasib, Selasa (5/4/2022).
Semasa hidupnya, Kiai Salam dijuluki Kiai Shoichah. Ini karena kesaktiannya membuat siapa saja yang ia gertak menjadi gemetar. Selama 13 tahun pertama, ia membuka hutan dan semak-semak di Dusun Gedang menjadi perkampungan baru.
Kiai Salam juga mendirikan tempat tinggal sederhana yang hanya berupa gubuk, langgar atau musala dan gubuk santri untuk menyebarkan ajaran Islam. Tahun 1838, tempat tinggal tersebut menjadi Pondok Telu. Karena bangunan yang ada baru tiga unit.
Di tempat ini, Kiai Salam kemudian lazim dikenal sebagai pondok pesantren Slawean. Karena jumlah santrinya kala itu hanya 25 orang. Slawean berasal dari kata slawe dalam Bahasa Jawa yang berarti 25. Pondok ini menjadi tempat Kiai Salam mengajarkan ilmu syariat, hakikat dan kanuragan.
"Diberi nama Pondok Slawean karena jumlah santrinya selawe. Tahun 2025 nanti umurnya genap 200 tahun," terang Kiai Hasib.
Memasuki usia senja, Kiai Salam mewariskan pesantren tersebut kepada dua menantu sekaligus muridnya. Yaitu Kiai Ustman dan Kiai Said. Mereka mengembangkan pesantren menjadi dua cabang di Desa Tambakrejo seiring semakin banyaknya santri. Kiai Ustman mengajarkan ilmu tarekat, sedangkan Kiai Said mengajarkan ilmu syariat.
![]() |
Setelah Kiai Said wafat, pengurusan pesantren diteruskan putranya, Kiai Hasbulloh. Sementara pesantren Kiai Ustman tidak ada yang meneruskan karena tidak mempunyai putra. Sehingga sebagian santrinya dialihkan ke Kiai Hasbulloh dan mengirim putra tertuanya, Kiai Abdul Wahab menimba ilmu di Mekkah, Arab Saudi.
Pulang dari Tanah Suci tahun 1914, Kiai Abdul Wahab mengubah sistem pendidikan di pesantren ayahnya dari halaqah menjadi madrasah. Tahun berikutnya, beliau mendirikan madrasah pertama di Ponpes Tambakberas bernama Madrasah Mubdil Fan.
Sejak ayahnya wafat tahun 1920, Kiai Abdul Wahab mengelola pesantren dibantu dua adiknya yang juga menimba ilmu dari Mekkah. Yakni Kiai Abdul Hamid dan Kiai Abdurrohim. Seiring berjalannya waktu, pesantren ini berkembang sangat pesat. Baru pada tahun 1965, Kiai Abdul Wahab menamai pesantren warisan ayahnya ini dengan Ponpes Bahrul Ulum.
"Dinamakan Ponpes Bahrul Ulum oleh Mbah Wahab yang artinya lautan ilmu pengetahuan," ungkap Kiai Hasib.
Kiai Hasib menjelaskan, Kiai Abdul Wahab merupakan inisiator berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), ormas terbesar di Indonesia. Sekitar tahun 1916, beliau mendirikan organisasi Tasywirul Afkar yang berpusat di Surabaya. Mbah Wahab lantas mendirikan Nahdlatul Wathon tahun 1926 yang kemudian menjadi NU.
"Beliau membuat berbagai kelompok pergerakan yang dinamai dengan Bahasa Arab untuk mengelabuhi penjajah. Salah satunya Tasywirul Afkar di Surabaya sekitar tahun 1916," tandasnya.
Ponpes Bahrul Ulum kini menjadi salah satu pesantren terbesar di Kabupaten Jombang. Santrinya berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Pesantren ini mempunyai 19 lembaga pendidikan dengan 11.200 santri.
(abq/sun)