Banyak jejak Kerajaan Majapahit di Kota Pahlawan. Salah satunya makam panglima perang Majapahit, Eyang Kudo Kardono atau Yudo Kardono. Makamnya berada di Jalan Cempaka 25, Tegalsari, Surabaya.
Di zaman Majapahit, Eyang Kudo Kardono pernah menumpas pemberontak kerajaan bernama Ra Kuti. Keperkasaan dan keberanian Yudo Kardono makin terlihat saat mengalahkan Ra Kuti.
Karena keberhasilannya, Kudo Kardono mendapat hadiah tanah perdukan di Sungai Asin (kini menjadi daerah Kaliasin). Kemudian, dia mengembangkan kawasan bernama Tegal Bobot Sari atau yang kini menjadi Tegalsari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Eyang Yudo diutus Raja Hayam Wuruk saat pemberontakan Ra Kuti dan berhasil menang. Terus dikasih hadiah memegang wilayah di Tegalsari, Kaliasin, dan Perak," kata juru kunci ke-13 makam Eyang Kudo Kardono, Sumali (82) saat ditemui detikjatim, Jumat (11/2/2022).
Panglima Eyang Kudo berasal dari Trowulan, Mojokerto. Dia masih memiliki hubungan darah dengan Patih Gajah Mada.
Ketika memasuki area makam Eyang Kudo Kardono, terdapat gapura berwarna hitam-putih serta patung burung elang dan buah pala di atasnya. Saat ada di depan gapura, terlihat tulisan pesarean Eyang Yudo Kardono.
Terdapat 7 makam di lahan seluas 1.700 meter persegi itu. Saat memasuki area pemakaman, pengunjung akan disambut dengan 2 makam prajurit Eyang Kudo di bagian depan.
Kemudian, terdapat pintu-pintu yang terpampang gambar tokoh pewayangan, seperti Bima Sena, Semar, Bagong, Sencaki, dan Antasena. Ada pula 9 pintu lainnya di area makam Eyang Kudo Kardono.
Di dalam ruangan tersebut, ada 5 makam, termasuk makam Eyang Kudo Kardono. Empat lainnya merupakan makam kepercayaan Panglima Kudo Kardono. Saat memasuki ruangan tersebut, bau dupa yang dipasang di dalam dan luar ruangan langsung merasuk ke hidung.
"Banyak orang-orang tau Eyang Kudo Kardono, tapi ada yang tidak mengetahui kalau di sini makamnya. Baru banyak yang tau sejak Bu Risma (saat masih menjadi Wali Kota Surabaya) menjadikan makam itu cagar budaya tahun 2014," jelas Sumali.
Nama Kudo Kardono memiliki arti hewan kuda. Kemudian diberi nama oleh Presiden Soeharto, 'Yudo', yang artinya perang, karena Eyang Kudo merupakan panglima perang Majapahit.
"Eyang Kudo Kardono, kan dulu pakai kuda. Terus Pak Harto, yang membangun makam ini, memberi nama Yudo, yang artinya perang," ujar Sumali.
Sehingga, pemkot merawat dan mengawasi cagar budayanya, serta membantu merenovasi dan memperbaiki.
Di belakang bangunan makam Eyang Kudo Kardono terdapat sejumlah arca, salah satunya arca Yoni. Menurut informasi yang dihimpun, Presiden Soeharto juga pernah melakukan 'nyepi' di makam tersebut.
(hse/sun)