Nama Waduk Gondang tiba-tiba ramai jadi pembicaraan. Hal ini usai tiga pemancing ditemukan meninggal dunia akibat perahu yang mereka tumpangi diterjang ombak. Ternyata, waduk ini menyimpan kisah Sungai Gondang yang hilang pada masa lampau.
Waduk yang berada di wilayah selatan Lamongan ini adalah salah satu waduk yang dibangun dan diresmikan oleh presiden kedua RI Soeharto.
Secara administratif, Waduk Gondang berada di 2 kecamatan yang ada di Lamongan, yaitu Kecamatan Sugio dan Kecamatan Sambeng. Waduk ini berada di 19 km arah barat Lamongan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Kecamatan Sugio, waduk ini meliputi Desa Gondang Lor, Desa Deketagung, Desa Kalitengah, Desa Daliwangun dan sebagian Desa Sidorejo. Sedangkan di Kecamatan Sambeng, wilayah Waduk Gondang berada Desa Sekidang dan Wonorejo.
"Waduk Gondang ini dibangun pada masa pemerintahan Soeharto, presiden kedua Indonesia. Diresmikan oleh Pak Harto pada tahun 1987," kata pemerhati budaya Lamongan, Navis Abdul Rouf saat berbincang dengan wartawan, Selasa (8/2/2022).
Navis mengungkapkan, waduk yang memiliki luas 6,60 Hektare dan kedalaman sekitar 29 meter dengan panjang bendungan 903 m dan tinggi 27 ini berhubungan dengan sungai Gondang yang hilang. Waduk Gondang dimanfaatkan untuk pengairan sawah (irigasi) di Lamongan seluas 6.233 Hektare, terutama pada waktu musim kemarau.
"Sungai Gondang yang hilang tersebut menghubungkan antara Bengawan solo, melalui sungai Bengawan Njero dengan Sungai Brantas," ujarnya.
Waduk ini mulai dibangun pada tahun 1976 hingga 1986 dengan menghabiskan biaya sekitar Rp 14,902 Miliar. Mengacu pada data peta yang dipublikasikan pada Oktober 1811, terang Navis, dapat ditarik kesimpulan keberadaan sungai penghubung tersebut hingga awal akhir abad 18 Masehi tentulah masih ada.
"Kalau dilihat dari peta lama tahun 1811, keberadaan sungai itu masih ada atau tergambar dalam peta tersebut dengan nama Sungai Gondang," ungkap Navis.
Sementara itu, pemerhati budaya Lamongan lainnya, Supriyo menyebut hal yang sama. Supriyo meyakini jika sungai yang hilang tersebut adalah Sungai Gondang yang dulunya menjadi penghubung antara Bengawan Solo, melalui Bengawan Njero dengan Sungai Brantas.
![]() |
Dahulunya, terang pria yang juga ketua Lesbumi Lamongan ini, lokasi sekitar waduk Gondang merupakan sebuah lembah dari perbukitan kapur di mana mengalir sungai Gondang yang ramai dilalui oleh perahu-perahu yang mengangkut barang dagangan dari pedalaman ke muara pantai Utara di sekitar Leran dan Gresik.
"Bahkan cerita tutur yang lain juga mengisahkan adanya kapal dagang China yang juga dapat berlayar hingga ke sekitar Gondang dan terdampar di sekitar Desa Gondang, lokasi dimana waduk tersebut berada sekarang dengan sebutan kapal Sampokong," imbuh Supriyo.
Terlepas dari soal ketepatan atau akurasi dalam kisah tutur tersebut, Supriyo mengatakan satu hal yang perlu dicermati adalah keberadaan sungai Gondang. Di mana sungai tersebut hari ini hanyalah sebuah aliran sungai kecil yang kadang meluap di jalan sekitar desa saat hujan.
Saat ini, Sungai Gondang lebarnya tak lebih dari 5 meter dengan kedalaman maksimal 2 meter. Dari gambaran peta lama tahun 1811, terang Priyo, nampaknya Sungai Gondang di masa lalu adalah sungai besar yang menjadi penghubung transportasi air dari wilayah pedalaman ke sungai Bengawan Njero hingga Leran, Gresik.
"Dari peta lama tahun 1811 itu juga diketahui jika aliran sungai Gondang masuk ke Bengawan Njero, yang alirannya juga terhubung dengan Bengawan solo yang saat itu masih bermuara di sekitar desa Badanten, Kecamatan Bungah, Gresik," tambah Supriyo.
Baik Navis maupun Supriyo, meyakini jika Desa dan Sungai Gondang yang hilang adalah pusat perdagangan di masa lalu.
"Dengan kondisi ini, menjadi wajar jika pada masa abad 10 hingga sekitar abad 15, Desa Gondang dan Sungai Gondang yang hilang menjadi pusat perdagangan masa kuno di wilayah pedalaman Lamongan," pungkasnya.
Seiring perkembangannya, selain menjadi wilayah penampung air untuk irigasi, Waduk Gondang Lamongan kini juga menjadi salah satu lokasi wisata. Di sini ada wahana permainan dan mini zoo. Saat ini, juga ada pengembangan fasilitas di atas tanah kurang lebih 5 hektare sebagai tempat perkemahan, outbond, permainan anak dan tempat kuliner sebagai pendukung daya tarik obyek wisata tersebut.
(hil/iwd)