Matahari belum sepenuhnya menampakkan diri ketika para perempuan kuli panggul itu sudah menaikkan beban karung berisi sejumlah barang kulakan pedagang pasar di atas kepalanya. Di lorong-lorong pasar yang legendaris ini, kepala dan lutut para perempuan ini menjadi 'tumpuan' hidup selama belasan hingga puluhan tahun lamanya.
Berdiri sejak 1849 di sudut utara Surabaya, Pasar Pabean dikenal sebagai pusat penjualan rempah dan bumbu dapur dengan harga murah. Namun di balik denyut perdagangan itu, hampir seluruh kuli panggul di pasar ini adalah perempuan dengan beban angkut mulai dari 10 kilogram hingga lebih dari 100 kilogram.
Salah satunya Tipa. Perempuan berusia 50 tahun itu telah menjadi kuli panggul di Pasar Pabean selama 30 tahun. Ia mulai bekerja sejak usia 20 tahun, datang sendiri ke pasar untuk meminta pekerjaan angkut kepada para pedagang.
"Loro kabeh (Sakit semua), Nak. Kesel (capek) nak angkut (karung), sakit semua," ujarnya lirih, mengingat karung-karung bawang, rempah, hingga jahe yang dia panggul pernah mencapai 120 kilogram saat masih muda.
Upah yang diterima tak sebanding dengan berat beban. Sekali angkut, Ibu Tipa dibayar antara Rp 2.000 hingga Rp 5.000. Dalam sehari, penghasilannya berkisar Rp 30.000 hingga Rp 50.000, tergantung banyaknya barang yang diangkut. Risiko terjatuh kerap mengintai saat hujan karena lantai pasar menjadi licin.
Di luar pasar, Tipa adalah seorang ibu dari tiga anak. Salah satu anaknya meninggal saat masih berumur satu tahun. Sementara dua lainnya sempat dibawa ke pasar sembari ia bekerja.
"Iya (anak) pernah dibawa ke sini, nunggu saya kerja. Saya kesulitan, kekurangan. Pas anak sakit saya nggak punya uang. Nangis saya nak," ucap Tipa.
Tak adanya latar belakang pendidikan formal yang ditempuh membuat Tipa tidak memiliki banyak pilihan pekerjaan lain. Yang dia mampu hanya memanggul.
"Ndak nak, ibu nggak sekolah. Buta huruf aku, nak. Perkoro rekoso golek duit (susah cari uang), manggul (jadi kuli panggul) aku mulai kecil, nak," katanya.
Rata-rata, kuli panggul perempuan di Pasar Pabean memang memulai pekerjaannya sejak belia. Kepala pasar, Indrayana menyatakan bahwa mereka bekerja sejak usai rata-rata 20 tahun hingga usia 40-an tahun.
Jika kuli panggul yang sudah lanjut usia tidak lagi kuat bekerja, maka regenerasi terjadi. Hosia (32), misalnya, yang sudah 10 tahun bekerja karena diajak kerabat dekatnya, ia memanggul bawang seberat 70 kilogram demi menghidupi 2 anaknya yang masih kecil.
Penghasilannya berkisar Rp 50.000 hingga Rp 60.000 per hari, yang sebagian besar habis untuk kebutuhan anak.
"Saya membantu suami kerja soalnya suami kerja itu bayarannya kurang. Seminggu harus beli susu, pampers (popok) untuk anak," ceritanya.
Jika Tipa dan Hosia berjuang keras membesarkan anaknya, Romla bekerja untuk melawan bayang-bayang masa lalu yang membuatnya trauma. Kuli panggul muda itu pernah kehilangan 2 anaknya saat dirinya masih berusia belasan tahun.
Kini, umur Romla sudah berada di kepala dua. Sudah 5 tahun ia bekerja sebagai kuli panggul. Meski penghasilannya dan suami yang juga bekerja sebagai kuli dapat dibilang pas-pasan, Romla tetap menyisihkan uang untuk dikirim ke orang tuanya di Madura yang sudah tidak bisa bekerja.
"Ngasih (uang) ke orang tua, ibukku kan nggak bisa kerja di Madura, jadi aku kirim (uang) ke sana," ujar perempuan muda tersebut.
Dalam diamnya, Romla tetap menyimpan harapan untuk menjadi seorang ibu di masa depan. Namun, kali ini dengan pengalaman dan kesiapan yang lebih baik agar kelak bisa memberikan yang terbaik untuk sang anak.
"Aku pingin punya anak lagi, tapi sebentar dulu. Kan aku udah (pernah) punya anak terus meninggal. Masih trauma. Aku pingin jadi ibu yang lebih baik dan kasih anak-anak yang terbaik," ungkap Romla.
Karung puluhan kilo dengan ragam isian baik cabai, bawang, maupun barang-barang lainnya menjadi simbol perjuangan ibu-ibu di Pasar Pabean. Rapalan doa dan cinta seorang ibu yang memanggul 'beban ganda' akan selalu terselip di lorong yang penuh rempah di salah satu sudut Surabaya.
Simak Video "Video: Heboh Kuli Panggul Kena Tendangan Kungfu di Jambi"
(hil/dpe)