Tanaman okra dari Jember menjadi komoditas ekspor yang diminati pasar luar negeri. Buah yang kaya khasiat ini tembus ke negara Jepang, Taiwan hingga Hong Kong.
Petani okra asal Desa Mangaran, Kecamatan Ajung, Jember, Misbahul Ulum menyebut, budidaya okra tergolong mudah dan minim risiko gagal di Jember. Fase paling penting adalah 25 hari pertama masa tanam, di mana petani harus fokus pada pengendalian gulma dan hama.
"Kalau masa krusial itu sudah terlewati dan gulma tertangani, petani bisa sukses dan kecil kemungkinan gagal tanam," katanya, Minggu (19/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Misbah, tanah Jember yang subur dengan pH 6 hingga 6,8 membuat okra dapat tumbuh optimal. Petani pada umumnya menggunakan pupuk kandang sebagai dasar.
"Diikuti dengan pupuk NPK seimbang (seperti NPK 15-15-15) yang diberikan bertahap hingga tanaman mulai berbunga," ujarnya.
Misbah menambahkan, umur panen okra tergolong cepat, yakni sekitar 45-50 hari setelah tanam. Uniknya, panen dilakukan setiap hari karena buahnya tumbuh terus-menerus.
"Dari lahan 1 hektare, kalau normal, panennya bisa 3,5 sampai 4 kuintal per hari," paparnya.
Baca juga: Keanekaragaman Flora dan Fauna Gunung Semeru |
Hasil panen ini tidak dijual di pasar lokal, melainkan diserap oleh eksportir, Mitratani 27. Harga jualnya stabil, okra ukuran kecil dihargai sekitar Rp 6.500 per kilogram, sementara ukuran besar (di atas 9 cm) dihargai Rp 3.000 per kilogram.
"Okra ini memiliki nilai jual tinggi karena kandungan gizinya, kaya serat, vitamin A dan C, magnesium, dan antioksidan. Okra juga disebut berpotensi menurunkan kadar gula darah dan asam urat," tambahnya.
Misbah berharap, masyarakat Jember mulai menyadari manfaat besar okra, tidak hanya dari sisi kesehatan tetapi juga potensi ekonomi.
"Tanah kita cocok, pasarnya ada, manfaatnya besar. Sayang kalau potensi ini tidak dimanfaatkan," tandasnya.
(auh/hil)