Demo berujung kerusuhan yang terjadi pada 29 Agustus dan 30 Agustus di sejumlah daerah di Jatim berdampak buruk pada perekonomian. Omzet mal hingga kafe di Jatim turun hingga 80%.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto menilai meski situasi berangsur pulih efek psikologis terhadap konsumen dan investor masih terasa. Sepekan setelah kerusuhan aktivitas ekonomi di sejumlah kota Jatim masih melambat.
"Jalan ke kota masih banyak yang mikir, sehingga masyarakat yang mau belanja juga menunda. Omzet toko-toko jelas menurun," kata Adik, Jumat (5/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, sektor ritel menjadi salah satu yang paling terpukul. Saat kerusuhan terjadi sejumlah mal dan gerai atau kafe beroperasi tidak normal karena masyarakat mengkhawatirkan soal keamanan.
Penjualan atau omzet pun menurun sekitar 60%-80%. Bahkan, kata dia, di sejumlah titik rawan seperti di kawasan sekitar Gedung Negara Grahadi Surabaya, penurunan omzet bisa mencapai 100% karena tidak beroperasi.
"Yang jual takut buka, yang mau beli juga takut ke sana," katanya.
Selain ritel, beberapa hotel di Malang melaporkan okupansi turun hingga 10% pada puncak kerusuhan. Travel warning dari sejumlah negara seperti Amerika Serikat dan Australia juga turut memperburuk persepsi pasar wisata.
Tidak hanya itu, sektor transportasi dan logistik perkotaan turut mengalami gangguan. Penutupan jalan dan pengalihan arus menyebabkan keterlambatan distribusi barang. Meski logistik tidak sampai rusak, tetapi waktu antar jadi tertunda dan biaya menjadi meningkat.
Pemerintah memperkirakan kerugian infrastruktur akibat kerusuhan yang terjadi mencapai Rp900 miliar dengan kerusakan terbesar terjadi di Jawa Timur. Kerugian atas kebakaran Gedung Negara Grahadi di Surabaya dan perusakan kantor DPRD Kediri diperkirakan mencapai Rp500 miliar.
"Dampak paling signifikan dari kerusuhan adalah pada sisi kepercayaan. Kepercayaan dunia internasional terhadap investasi di Indonesia jelas terdampak. Investor, baik dari dalam maupun luar negeri, masih menunggu kepastian stabilitas politik dan keamanan," urainya.
Mengantisipasi potensi kerusuhan serupa, Kadin telah menyiapkan strategi mitigasi. Di tahap awal (0-72 jam), Kadin mendorong koordinasi lintas pihak demi melindungi koridor logistik vital terutama di jalur industri Sidoarjo-Gresik-Surabaya. Langkah ini dinilai penting agar distribusi pangan, obat, dan BBM tidak terganggu.
Selain itu, pelaku usaha juga diminta menyesuaikan jam operasional dan memanfaatkan kanal digital untuk menjaga transaksi. Skema kerja dari rumah (WFH) selektif juga disarankan guna meminimalisasi risiko saat aksi berlangsung.
Dalam jangka menengah (1-4 minggu), Kadin mengusulkan percepatan perbaikan fasilitas publik yang rusak serta pemberian insentif bisnis, seperti relaksasi retribusi daerah dan percepatan izin operasional sementara. Upaya ini diyakini bisa menggerakkan kembali permintaan domestik, khususnya bagi UMKM.
Ada pun dalam jangka panjang (1-3 bulan), Kadin menekankan pentingnya penyusunan standar operasional kontingensi bagi sektor ritel dan logistik. Langkah itu meliputi rute distribusi alternatif, gudang satelit, serta penguatan sistem keamanan toko dan pusat belanja.
"Kita perlu SOP jelas agar dunia usaha lebih siap. Dari CCTV redundan, panic button, sampai protokol evakuasi harus menjadi standar," katanya.
Dia mengatakan soal pentingnya berdialog berkelanjutan antara pengusaha, buruh, mahasiswa, dan pemerintah daerah. Forum ini diharapkan bisa meredakan ketegangan sosial sekaligus memperkuat fondasi kepercayaan publik.
"Harapan terbesar Kadin Jatim adalah pemulihan kepercayaan, baik dari masyarakat maupun investor global. Aspirasi harus tersalurkan tanpa mengorbankan keselamatan publik dan keberlangsungan usaha. Jika konsumsi pulih, lapangan kerja terjaga, investasi aman, ekonomi bisa bangkit lebih cepat," ujarnya.
(dpe/hil)