DPR Imbau Tak Takut Putar Lagu, PHRI Jatim Pilih Tetap Hati-hati

DPR Imbau Tak Takut Putar Lagu, PHRI Jatim Pilih Tetap Hati-hati

Aprilia Devi - detikJatim
Jumat, 22 Agu 2025 12:10 WIB
Ketua PHRI Jatim Dwi Cahyono
Ketua PHRI Jatim Dwi Cahyono/Foto: Istimewa (Dok Pribadi)
Surabaya -

Masyarakat diminta tidak takut usai pemerintah, LMKN, hingga beberapa insan musik Tanah Air membahas terkait polemik royalti lagu di dalam rapat konsultasi DPR RI. Namun pelaku usaha hotel dan restoran di Jatim memilih tetap berhati-hati.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim, Dwi Cahyono mengungkapkan, pihaknya telah mendengar soal pernyataan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang berharap warga tidak ragu-takut untuk memutar serta menyanyikan lagu karena polemik royalti. Selain itu juga telah disepakati audit royalti musik LMKN untuk menjaga transparansi.

Namun, hingga saat ini, PHRI Jatim masih memilih berhati-hati dan menahan untuk memutar lagu baik di hotel ataupun restoran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Iya kami masih wait and see (sementara belum memutar lagu). Satu sampai dua hari ke depan nanti kita lihat," ujar Dwi saat dikonfirmasi detikJatim, Jumat (22/8/2025).

ADVERTISEMENT

Dwi mengungkapkan, keputusan itu diambil untuk menghindari carut marut soal royalti lagu di lapangan, terutama sampai tingkat daerah.

"Kita akan tunggu di lapangan seperti apa, seperti kemarin kan di daerah bergerak sendiri-sendiri (pungutan royalti). Apakah sementara diberhentikan? Sampai kapan? Apa nunggu sampai revisi (UU Hak Cipta) selesai, nanti kalau ditagih lagi apa DPR bisa bantu? Harus ada dasar hukum, itu yang kita minta ke pusat, bukan hanya statement," ungkapnya.

Sebelumnya, Dwi mengungkapkan, hampir 50% hotel dan restoran di Jatim mengeluhkan dampak dari royalti musik yang dinilai memberatkan.

Belum lagi tidak ada kejelasan sistem, termasuk penghitungan royalti yang tidak adil dan transparan.

"Kalau aturannya, restoran dihitung per kursi ya, kalau hotel itu per kamar yang ada. Itu sebetulnya yang kita kurang setuju. Soalnya kalau kursi ataupun kamar itu kan tidak semua dipakai, tidak semua terisi okupansinya. Tapi kan dianggap semua terisi dalam satu tahun, terus harus membayar sekian, dianggap terisi semua. Itu tidak fair," keluhnya.

"Jadi bukan kita tidak mau membayar royalti. Kita menghargai, kalau kita memutar, kita menghargai penciptanya. Tapi ya aturannya, aturan penagihan, pengenaannya itu harus jelas," pungkas Dwi.

Sementara itu, dilansir detikNews, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan hasil rapat dengan wakil pemerintah, LMKN, hingga insan musik Tanah Air. Disepakati bahwa audit royalti musik diperlukan untuk menjaga transparansi.

"Tadi telah disepakati bahwa delegasi penarikan royalti akan dipusatkan di LMKN, sambil menyelesaikan Undang-Undang Hak Cipta dan dilakukan audit untuk transparansi kegiatan-kegiatan penarikan royalti yang ada selama ini," kata Dasco di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).

Dasco pun berharap warga tidak ragu dan takut memutar serta menyanyikan lagu karena polemik royalti. Dasco ingin agar situasi kondusif tetap dijaga seluruh insan musik Tanah Air.

Pemerintah dalam rapat juga sudah menjelaskan mengenai Permenkum Nomor 27 Tahun 2025 yang mengatur pelaksanaan pengelolaan royalti lagu dan musik. Aturan itu memperkuat struktur kelembagaan LMKN hingga transparansi distribusi royalti.




(irb/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads