Gula Petani Menumpuk di Gudang, APTRI Harap Pemerintah Turun Tangan

Gula Petani Menumpuk di Gudang, APTRI Harap Pemerintah Turun Tangan

Muhammad Aminudin - detikJatim
Selasa, 12 Agu 2025 15:45 WIB
Karyawan membawa anaknya memasuki pabrik usai kirab temanten tebu saat tradisi Cembrengan atau menyambut musim giling tebu di Pabrik Gula (PG) Mojo, Sragen, Jawa Tengah, Sabtu (19/4/2025). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha.
Ilustrasi gula (Foto: ANTARA FOTO /MOHAMMAD AYUDHA)
Malang -

Gula petani tebu di Jawa Timur banyak menumpuk di gudang pabrik usai giling. Penyebabnya, karena gula kristal rafinasi banyak memenuhi pasar dan harganya lebih murah.

Wakil Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Dwi Irianto menyampaikan, produksi gula di Jawa Timur menyumbang hampir 40 persen dari kebutuhan gula nasional.

Namun, gula hasil produksi petani saat ini banyak tertahan di gudang karena sulit dijual.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kondisi ini diperparah dengan banyaknya gula rafinasi impor dan gula berbahan baku non-tebu yang memenuhi pasar konsumsi, sehingga persaingan semakin ketat.

"Kami menghadapi kesulitan besar, karena gula tak keluar (terjual) dari gudang. Karena banyaknya gula kristal rafinasi di pasaran dengan harga lebih murah yakni Rp 11 ribu sampai Rp 12 ribu," ujar Dwi berbincang dengan detikJatim, Selasa (12/8/2025).

ADVERTISEMENT

Petani pun banyak mengeluhkan kondisi saat ini, karena biaya produksi terus meningkat. Mulai dari pupuk non-subsidi, sewa lahan, hingga ongkos tebang dan angkut yang kini mencapai Rp 17.500 per ton.

Sementara petani mengharapkan, harga gula dapat terjual minimal Rp 14.500 per kilogram.

"Pedagang tidak mau beli, karena kondisi gula jenuh. Belum lagi harga gula rafinasi cukup rendah," terangnya.

Dwi menyebut, produksi gula Jawa Timur hampir menyentuh 1 juta ton lebih dan sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan Jawa Timur sendiri. Sehingga sisanya, kini dibutuhkan untuk bisa terjual di luar.

"Kebutuhan Jawa Timur secara keseluruhan dalam satu tahun kurang lebih 400 ribu sampai 500 ribu ton. Jika produksi gula Jawa Timur 1 juta ton, maka sisanya yang kini menumpuk di gudang," sebutnya.

Dwi mengungkapkan, tanpa adanya intervensi pemerintah, kondisi pasar gula akan terus stagnan dan merugikan petani.

Untuk itu, APTRI mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah nyata dengan membeli gula petani.

"Kami berharap pemerintah dapat menjadi penyangga harga dengan membeli gula minimal Rp 14.500 per kilogram, layaknya mekanisme pengadaan beras oleh Bulog. Hal ini diharapkan dapat menghidupkan kembali gairah pasar gula nasional," pungkasnya.




(auh/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads