Maraknya Gula Rafinasi Bikin Stok Gudang PG Candi Sidoarjo Menumpuk

Maraknya Gula Rafinasi Bikin Stok Gudang PG Candi Sidoarjo Menumpuk

Suparno - detikJatim
Selasa, 12 Agu 2025 14:45 WIB
Stok gula menumpuk di PT Perkebunan Nusantara (PG) Candi Sidoarjo
Stok gula menumpuk di PT Perkebunan Nusantara (PG) Candi Sidoarjo. (Foto: Suparno/detikJatim)
Sidoarjo -

PT Perkebunan Nusantara (PG) Candi Sidoarjo tengah menghadapi tantangan serius akibat menumpuknya stok gula hasil produksi mereka. Salah satu penyebabnya adalah masuknya gula rafinasi ke pasar konsumsi umum, yang membuat harga gula lokal anjlok di bawah harga acuan pemerintah.

HRD PG Candi, Yoga Aditomo mengatakan, saat ini pabrik tengah berada dalam masa giling, di mana seluruh pabrik gula serempak memproduksi gula dari tebu. Namun, di tengah musim produksi ini, penjualan justru menurun.

"Saat ini harga gula sangat rendah, bahkan lelang-lelang pun sudah di bawah harga yang ditetapkan pemerintah. Ini membuat kami kesulitan menjual gula yang sudah diproduksi," kata Yoga saat ditemui detikJatim di kantor PG Candi, Selasa (12/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PG Candi memproduksi sekitar 31.000 ton gula per tahun, termasuk pembelian tebu dari petani lokal. Namun, karena rendahnya serapan pasar, gudang penyimpanan mereka kini penuh.

"Kami bahkan harus menambah tempat penyimpanan tambahan sejak pekan lalu. Produk dari petani pun kami beli dengan harga sesuai HAP (Harga Acuan Pemerintah), yaitu Rp 14.500 per kilogram," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Menurut Yoga, saat ini terdapat sekitar 8.000 ton gula yang belum terdistribusi dari masa giling yang dimulai sejak Mei.

Yang memperparah kondisi ini adalah masuknya gula rafinasi ke pasar konsumsi langsung. Padahal, menurut regulasi, gula rafinasi seharusnya hanya digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman, bukan dijual langsung ke konsumen.

"Beberapa pelanggan reguler kami yang biasa membeli gula konsumsi kini berhenti membeli. Ternyata mereka beralih ke gula rafinasi, yang harganya jauh lebih murah," kata Yoga.

Gula rafinasi saat ini beredar dengan harga sekitar Rp 14.300-Rp 14.600 per kilogram, lebih murah dibanding gula konsumsi produksi PG Candi yang dijual Rp 15.300 per kilogram.

"Ini jelas tidak sehat bagi industri gula nasional dan merugikan petani tebu. Kami sudah melaporkan indikasi peredaran gula rafinasi ini ke pasar umum," tambahnya.

Untuk menjaga agar gula dari petani tetap terserap, PG Candi memanfaatkan skema pembiayaan Sistem Lelang Gula (SLG). Melalui sistem ini, gula yang belum laku dijaminkan untuk mendapatkan pembiayaan sebesar 70 persen dari nilai, sementara sisanya ditanggung pabrik.

"Skema SLG memungkinkan kami tetap membeli tebu dari petani meski pasar lesu. Gula disimpan di gudang yang sudah terverifikasi Bappebti," jelas Yoga.

Meski pasar lokal lesu, PG Candi tetap menjual produknya hingga ke luar pulau seperti NTT, NTB, Sulawesi, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat.

"Kami tetap berupaya memperluas distribusi, tapi tekanan dari masuknya gula rafinasi sangat terasa. Tahun ini paling berat dibanding tahun-tahun sebelumnya," pungkasnya.

PG Candi berharap adanya penegakan regulasi lebih ketat terhadap distribusi gula rafinasi, agar tidak merusak pasar gula konsumsi dalam negeri dan merugikan petani tebu lokal.




(auh/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads