Kerajinan Sangkar Burung di Dawuhan Mangli Jember Bertahan Sejak 1955

Kerajinan Sangkar Burung di Dawuhan Mangli Jember Bertahan Sejak 1955

Yakub Mulyono - detikJatim
Jumat, 14 Feb 2025 06:30 WIB
Sesepuh desa pengrajin sarang burung di Jember
Sesepuh desa pengrajin sarang burung di Jember (Foto: Yakub Mulyono/detikJatim)
Jember -

Desa Dawuhan Mangli, Kecamatan Sukowono, Jember, menjadi sentra kerajinan sangkar burung perkutut. Kerajinan ini ternyata sudah ada sejak 10 tahun pasca kemerdekaan negara Indonesia, tepatnya pada tahun 1955.

Sangkar burung perkutut ini terbuat dari bambu atau rotan, memiliki bagian bawah yang bisa dilepas atau dilengkapi dengan laci penampung kotoran.

Selain itu, juga ada tempat makan dan minum yang mudah diakses dan dibersihkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu perajin sangkar burung di Dusun Krajan, Tohari (42) mengatakan kerajinan tersebut merupakan warisan dari kakek buyutnya dan diteruskan secara turun-temurun.

"Kalau di desa ini, kerajinan sangkar burung adalah warisan dari nenek moyang kami. Kemudian itu diteruskan secara turun-temurun," katanya, Kamis (13/2/2025).

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Ahmadi (82) yang merupakan sesepuh desa menceritakan bahwa kerajinan sangkar burung di Desa Dawuhan Mangli sudah dimulai sejak tahun 1955. Awalnya, perajin hanya dua orang.

"Kerajinan sangkar burung sudah ada sejak tahun 1955. Awalnya dua orang yang memulai, almarhum Santena dan Juma'i," ujarnya.

Ahmadi merupakan mantan sekretaris desa, ia menjabat pada tahun 1983. Ia menyampaikan, pada tahun 1976, almarhum kades Suroto mengadakan pelatihan pembuatan kerajinan sangkar burung.

"Pada tahun 1976, almarhum kades Suroto mengadakan pelatihan dengan mendatangkan perindustrian," jelasnya.

Pelatihan tersebut berlangsung di Balai Desa Dawuhan Mangli. Masyarakat diajarkan untuk membuat kerajinan sangkar burung selama 17 hari.

"Masyarakat dilatih untuk membuat kerajinan sangkar burung. Mereka diajarkan dan langsung praktik," paparnya.

Ahmadi mengatakan sebelum diadakannya pelatihan tersebut, mayoritas masyarakat desa menjadi buruh tani. Setelah adanya pelatihan, hampir semuanya jadi perajin. Ia bersyukur, kerajinan itu bertahan dan berkembang hingga saat ini.

"Sebelum itu buruh tani semua. Setelah ada pelatihan, hampir semuanya jadi perajin," tambahnya.

"Alhamdulillah bertahan dan berkembang sampai sekarang. Kerajinan ini juga membuat desa ini terkenal," pungkasnya.




(hil/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads