Pengamat Ekonomi Minta Kenaikan PPN 12% Awal Tahun 2025 Ditunda

Pengamat Ekonomi Minta Kenaikan PPN 12% Awal Tahun 2025 Ditunda

Aprilia Devi - detikJatim
Rabu, 20 Nov 2024 12:55 WIB
Ilustrasi Pajak
Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Surabaya -

Pemerintah berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Pengamat ekonomi Unair menilai kebijakan ini terlalu terburu-buru dan seharusnya ditunda.

"Kenaikan PPN seharusnya ditunda dulu. Harus ditingkatkan insentifnya dulu supaya perekonomian pulih, karena ini problemnya dampak dari COVID masih terasa. Kita sudah (mengalami kenaikan) PPN 11% kan tahun lalu," ujar Pengamat ekonomi Universitas Airlangga Gigih Prihantono saat dihubungi detikJatim, Rabu (20/11/2024).

Bila PPN tetap dinaikkan, jelas dia, maka Indonesia akan menjadi negara dengan PPN tertinggi di Asia Tenggara (ASEAN), bersama Filipina yang lebih dulu memberlakukan tarif pajak sebesar 12%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kenaikan pajak tersebut tentu berdampak pada berbagai aspek. Dalam hal ini yang paling terdampak adalah masyarakat, terutama masyarakat kelas menengah hingga ke bawah.

"Secara data bahwa kenaikan pajak entah itu PPN atau PPH yang paling banyak merasakan dampaknya masyarakat miskin. Sehingga harusnya kalau alasan pemerintah harus meningkatkan pendapatan untuk menutupi celah fiskal defisitnya, maka harusnya ada reformasi soal struktur perpajakan yang proporsional," tutur Gigih.

ADVERTISEMENT

Reformasi struktur perpajakan yang dimaksud Gigih adalah masyarakat dengan penghasilan menengah ke atas bisa memiliki porsi atau kewajiban membayar pajak dengan nominal lebih besar dibanding masyarakat dengan penghasilan menengah ke bawah.

Gigih menjelaskan kenaikan PPN jadi 12% juga dapat mempengaruhi inflasi yang terjadi di tengah masyarakat.

"Pasti berdampak karena itu yang akan terkena PPN adalah end user atau customer akhir, kalau customer akhir pasti akan meningkatkan inflasi karena itu masuk ke harga jual," jelasnya.

Dia menegaskan pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan ekonomi yang bisa menjadi solusi di tengah daya beli masyarakat yang lesu hingga gelombang badai PHK.

"Harusnya pemerintah itu ketika perekonomian lagi di bawah sebenarnya harus melonggarkan pajak. Nah kemudian mengeluarkan namanya peningkatan belanja. Kalau ini kebalik, ketika perekonomian turun malah meningkatkan pajaknya," tegasnya.

Sebelumnya, dilansir detikFinance, masyarakat Indonesia harus menanggung beban lebih berat jika Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi naik 12% di 2025. Bak jatuh tertimpa tangga, kebijakan itu berlangsung saat pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana dan lesunya daya beli.

Di tengah kondisi itu, pemerintah justru berencana menerapkan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Hal itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

"Jadi kami di sini sudah membahas bersama bapak ibu sekalian (DPR), sudah ada UU-nya, kita perlu menyiapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (13/11/2024).




(abq/fat)


Hide Ads