Belum lengkap jika ke Ponorogo tak membeli oleh-oleh kain batik lesoeng. Batik tulis khas Kota Reog ini bisa didapat di Jalan Jaksa Agung, Kelurahan Mangkujayan yang dekat dengan Alun-Alun Ponorogo.
Batik lesoeng sendiri merupakan komoditas andalan karena keunikan dan kekhasan masing-masing lembar demi lembar kain. Ini karena produksinya masih dikerjakan dengan dari tangan perajin batik.
Pemilik batik lesoeng Ponorogo, Hery Purnamawati menuturkan awalnya mendirikan usaha batik lesoeng tak lain karena ingin melestarikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat mendirikan ini (Batik Lesoeng), saya hanya ingin melestarikan motif batik Ponorogo kuno yang semakin hilang di pasaran," tutur Christine, Senin (7/10/2024).
Baca juga: 10 Batik Khas Jawa Timur dan Filosofinya |
Christine yang juga anggota DPRD Ponorogo itu mengatakan Kabupaten Ponorogo sempat menjadi salah satu pusat industri batik di Indonesia pada tahun 1970-an. Namun sayang, masa itu tak bertahan lama.
"Tahun 2008 saya menekuni batik tulis. Tujuannya untuk melestarikan warisan leluhur," imbuh Christine.
Menurut Christine, tiap kali perayaan hari batik setiap tanggal 2 Oktober jadi cambuk penyemangat untuk dirinya agar tetap melestarikan budaya leluhur batik tulis. Meski prosesnya cukup rumit jika dibanding batik cap.
"Batik tulis Ponorogo masih memiliki tempat di hati konsumen, baik lokal maupun mancanegara. Ini terbukti dengan saya kirim ke Singapura dan Turki," jelas Christine.
Christine menerangkan cara membuat batik tulis secara singkat. Mulai dengan perajin yang membatik lengkap dengan canting dan cairan malam yang panas. Setelah sebelumnya digambar motif batik khas Ponorogo.
Kemudian setelah selesai, kain mori berukuran 1,5 x 3 meter itu akan melalui tahap pewarnaan dasar dan diproses menggunakan alat pengepres kain. Setelah itu, kain akan dicuci untuk menghilangkan sisa malam sebelum akhirnya dikeringkan.
"Setiap hari saya berproduksi. Dulu saya pegang sendiri. Sekarang ya ada pekerja," kata Christine.
Christine menjual harga batik tulis ini bervariasi, mulai dari Rp 100 ribu hingga mencapai Rp 15 juta per lembar, tergantung pada tingkat kerumitan motif dan ukuran kain.
"Harapannya batik Ponorogo kembali berjaya, Pemerintah Kabupaten Ponorogo harus sering turun tangan untuk mengembalikan kejayaan batik Ponorogo," pungkas Christine.
(abq/iwd)