Perajin Tempe dan Sejarah Pasar PPI Surabaya Rintisan dr Soetomo

Perajin Tempe dan Sejarah Pasar PPI Surabaya Rintisan dr Soetomo

Amir Baihaqi - detikJatim
Selasa, 30 Apr 2024 21:30 WIB
Rutinitas Sucipto dan anak pertamanya saat merendam kedelai untuk proses produksi tempe di rumahnya
Rutinitas Sucipto dan anak pertamanya saat merendam kedelai untuk proses produksi tempe di rumahnya (Foto: Amir Baihaqi/detikJatim)
Surabaya -

Sucipto dan anak pertamanya, Ibnu Mik'roji Fahri tengah mencuci kedelai di belakang rumahnya Jalan Tenggilis Lama Gang III, Surabaya. Aktivitas itu merupakan rutinitas sepulang dari Pasar PPI saat siang.

Kedelai yang telah dicuci itu lalu dimasukkan ke dalam mesin giling oleh Fahri. Hanya mengenakan celana pendek, remaja 15 tahun itu tampak cekatan saat membantu pekerjaan ayahnya.

Sucipto menjelaskan proses pembuatan tempe dimulai dari kedelai direbus hingga matang lalu direndam dalam sebuah tong dalam semalam. Setelahnya, kedelai digiling dan dicuci hingga bersih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari situ, kedelai kemudian diberi ragi beberapa tetes untuk proses fermentasi. Setelah melewati semua proses itu, kedelai baru dicetak menjadi beberapa bagian sesuai ukuran yang akan dijual.

"Total (proses pembuatan tempe) butuh 4 hari dari awal sampai dijual," ujar Sucipto yang karib disapa Datuk itu.

ADVERTISEMENT

Sebelum menjadi perajin tempe, pria asal Pekalongan itu sempat kerja berdagang sayur di Jakarta. Tahun 1998, Sucipto kemudian hijrah ke Surabaya ikut kerja dengan orang yang masih dari Pekalongan membuat tempe.

Setelah mendapat pengalaman dan modal cukup, Sucipto lalu memberanikan diri membuka usaha tempe pada tahun 2005. Modal awalnya saat itu sekitar Rp 2 juta.

Roda usahanya berputar, setiap keuntungan dari penjualan ditabung dan dibuat untuk membeli peralatan produksi. Sedikit demi sedikit, usahanya semakin berkembang.

Penutupan Pasar Tradisional Gresik PPI di Jalan Jepara, Krembangan, Surabaya diperpanjang hingga 11 Mei mendatang. Itu merupakan keputusan Pemkot Surabaya karena sedang diterapkan PSBB.Penutupan Pasar PPI di Krembangan karena diterapkan PSBB saat pandemi COVID-19. Foto: Faiq Azmi

Meski demikian, usahanya ini bukan tanpa kendala. Harga kedelai yang kerap melonjak terkadang membuat Sucipto harus memutar otak. Biasanya, ia menyiasati dengan mengecilkan ukuran tempe.

Pandemi COVID-19 yang sempat melanda selama dua tahun juga diakui cukup berdampak pada omzetnya. Beruntung, badai pandemi itu bisa dilewati hingga selesai.

Sedangkan untuk persoalan modal, Sucipto mengaku memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI. Awalnya, ia mengambil Rp 20 juta. Setelah lunas, ia kembali mengambil Rp 70 juta dan kini telah berjalan dua tahun ini. "KUR Itu ambil buat kontrakan rumah juga untuk ngembangin usaha," ujar Sucipto.

Sejarah Pasar PPI Surabaya

Sucipto mengaku sejak memulai usaha tempenya selalu setia berjualan di Pasar PPI. Biasanya ia berjualan dengan menggunakan motor yang dimodifikasi dengan rengkek sejak pukul 07.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Dalam sehari, ia bisa meraup omzet Rp 1,1 juta.

Pegiat sejarah Begandring Soerabaia Kuncarsono menjelaskan PPI merupakan kawasan bersejarah. PPI merupakan singkatan program bernama 'Pemberantasan Penganggoeran Indonesia'. Program ini merupakan besutan dari dr Soetomo pada tahun 1932.

Pada tahun itu, dunia sedang dilanda depresi ekonomi atau malaise. Sehingga banyak terjadi pemecatan para pekerja. Akibatnya banyak pekerja yang tak mampu membayar kontrak rumah lalu hidup sebagai tunawisma.

Untuk mengatasi situasi itu, dr Soetomo melalui Partai Bangsa Indonesia (PBI) kemudian membentuk program PPI. PBI sendiri merupakan partai besutan dr Soetomo. Saat itu para tunawisma dikumpulkan dan disewakan lahan di kawasan Griseescheweg.

"Uniknya donaturnya (PPI) dari bantuan masyarakat Eropa dan satu perusahaan bernama Merapi Co," terang Kuncar.

Di lokasi itu, para tunawisma kemudian dibangunkan petak-petak tempat tinggal. Saat itu jumlahnya 182 jiwa. Namun jumlah itu terus meningkat dari tahun ke tahun dan menjadi sebuah permukiman. Di tempat itu lah kemudian dikenal saat ini sebagai Pasar PPI.




(abq/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads