Pande Besi Legendaris di Jombang, Ketajaman Produknya Bertahan Sampai Habis

Pande Besi Legendaris di Jombang, Ketajaman Produknya Bertahan Sampai Habis

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Sabtu, 20 Jan 2024 12:01 WIB
Pande Besi Legendaris di Jombang
Pande Besi Legendaris di Jombang (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Jombang -

Pande besi tradisional di Dusun Tambarselatan, Desa Tambar, Jogoroto, Jombang ini tetap eksis selama 21 tahun terakhir. Ketajaman produk pande besi legendaris ini bertahan sampai habis.

Bengkel produksi aneka senjata tajam ini sangat sederhana di halaman rumah Nur Arifin (30). Nampak peralatannya hanya berupa palu, alat pemotong, gerinda, kikir, dan mesin butut untuk membentuk gagang. Sedangkan pembakarannya menggunakan mesin blower listrik, serta tunggu kecil berbahan bakar arang.

Bisnis senjata tajam ini dikelola Muhammad Ghufron (42) dan adik kandungnya, Arifin. Mereka anak sulung dan bungsu dari 4 bersaudara pasangan Munasifah (57) dan mendiang Abdul Kholik alias Cak Dol. Sehari-hari, mereka memproduksi aneka senjata tajam yang utamanya untuk pertanian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mulai dari sabit model babatan, susrukan dan gorang-gareng, aneka jenis pisau, bendo, berang, hingga celurit dan pedang. Semua jenis pisau bisa mereka buat. Misalnya pisau dapur, untuk memotong ayam, menyembelih sapi, menguliti sapi atau kambing, memotong daging ayam, serta untuk membuka durian.

"Semua jenis senjata tajam saya bisa buat sesuai pesanan. Khusus pedang dan celurit tergantung siapa yang pesan, kalau bocah-bocah saya tidak mau. Karena khawatir disalahgunakan untuk berkelahi," kata Ghufron kepada detikJatim di bengkelnya, Sabtu (20/1/2024).

ADVERTISEMENT
Pande Besi Legendaris di JombangPande Besi Legendaris di Jombang/ Foto: Enggran Eko Budianto

Bapak satu anak menjelaskan, selama puluhan tahun selalu menjaga kualitas produknya. Salah satunya dengan menerapkan komposisi bahan besi dan baja yang seimbang. Misalnya untuk membuat sebilah pedang yang panjangnya 50 cm, ia menggunakan besi sepanjang 30 cm, lebar 7 cm dan tebal 6 mm.

Lempengan besi dari pipa besar ini lebih dulu dibakar dan ditempa, lalu dilipat menjadi dua rangkap. Di antara lipatan besi tersebut lantas diisi dengan pelat baja dari roda gila truk atau bus sepanjang 30 cm, lebar 7 cm, dan tebalnya 6 mm. Sehingga ketika kembali dibakar dan ditempa, baja benar-benar merata di dalam lapisan besi.

"Besi pakai pipa besar yang sudah dipotongi, kalau baja pakai roda gila truk dan bus. Karena menurut saya roda gila keras, tapi sangat tajam dan tidak mudah protol. Kalau per mobil terlalu keras, mudah protol. Bahannya dari pasar Tunggorono, Jombang," terangnya.

Panjang senjata tajam yang bisa diproduksi Ghufron dan Arifin maksimal 50 cm. Sebab jika lebih dari itu, bak untuk penyepuhan tidak muat. Setelah disepuh, senjata tajam dikikir dan diasah sampai tajam. Terakhir membuat gagang dan menyambungnya dengan senjata tajam. Untuk gagang, mereka memilih kayu lamtoro yang mudah didapatkan.

"Keseimbangannya juga awet. Kayu lain semakin kering semakin ringan. Kalau gagang terlalu ringan, tidak enak dipakainya dan melelahkan tangan," jelasnya.

Untuk mempertahankan kualitas produknya, kakak beradik ini hanya membuat 6-7 senjata tajam per hari. Menurut Ghufron, kapasitas produksinya jauh dibandingkan pande besi tradisional lainnya yang mampu menghasilkan 40-60 produk per hari. Namun, ia meraup keuntungan yang tak kalah besar dengan beban kerja yang tak terlalu berat. Oleh sebab itu, ia enggan beralih menggunakan mesin.

Pande Besi Legendaris di JombangPande Besi Legendaris di Jombang/ Foto: Enggran Eko Budianto

"Testimoni para konsumen produk saya ketajamannya bertahan sampai habis. Karena komposisi baja saya isi penuh dan merata," ungkapnya.

Ghufron memasarkan produknya secara online maupun melalui reseller dan konsumen langsung. Pelanggan setianya datang dari Jombang sendiri, Mojokerto, Gresik dan Kediri. Harga produknya pun bervariasi, tergantung ukuran dan kerumitan pembuatannya. Sabit ia patok Rp 70-80 ribu, sedangkan pisau Rp 25-120 ribu. Misalnya pisau untuk menyembelih sapi sepanjang 40 cm harganya Rp 115-120 ribu.

"Saya jual kepada bakul (reseller) rata-rata 2 minggu sekali. Rata-rata sebulan saya menghasilkan 144 produk dengan omzet Rp 10 jutaan," ujarnya.

Bisnis senjata tajam bermerek Dol S ini dirintis mendiang ayahnya sejak 2002 silam. Menurut Ghufron, ayahnya menjadi pande besi sejak lulus sekolah dasar. Namun, almarhum Cak Dol puluhan tahun bekerja di pande besi wilayah Jogoroto. Ayahnya memutuskan membuka usaha sendiri karena berselisih paham dengan bosnya.

"Bapak memutuskan usaha sendiri karena kualitas produk sering dikomplain konsumen, tapi bosnya tidak bergeming," cetusnya.

Ketika merintis bisnis ini, Cak Dol mempunyai 3 karyawan. Ghufron mulai membantu ayahnya sejak 2005, setelah 5 tahun tamat madrasah aliyah (MA). Ia mengaku harus lebih dulu belajar selama 1 tahun. Sedangkan Arifin mulai bergabung tahun 2015, setelah 3 tahun tamat dari MA. Perlahan karyawan ayahnya memilih keluar karena mereka saling berkonflik.

"Sejak 2018 saya kelola bersama adik, bapak cuma mengawasi. Bapak meninggal akhir 2019, lalu saya lanjutkan bersama adik sampai sekarang," tandasnya.




(irb/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads