Kisah inspiratif datang dari seorang ibu tunggal di kawasan pesisir Surabaya. Dengan gagah berani, ia menapaki jalan sulit demi menjadi tulang punggung bagi keempat anaknya. Perempuan bernama Zuroidah ini tak tergoyahkan mencari nafkah usai sang suami berpulang.
Zuroidah sehari-hari bekerja sebagai pedagang ikan asap sekaligus pengepul ikan patin di Kenjeran. Senyum semringah kerap terpancar usai ia berhasil menjual ikan hingga satu kuintal per harinya.
detikJatim mendatangi lapak penjualan ikan asap milik Zuroidah di Jalan Kejawan Lor Gang 3, Kelurahan Kenjeran, Kecamatan Bulak, Surabaya. Hanya bermodalkan meja dari bambu sebagai alas untuk menaruh barang dagangannya, Zuroidah mendirikan lapak sederhananya di pinggir jalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia berjualan setiap harinya mulai pukul 10.00 WIB sampai 18.00 WIB. Bau ikan asap yang semakin tak terelakkan menarik perhatian para pembeli yang melewati sepanjang jalan tersebut.
Zuroidah secara konsisten menjalankan usahanya berjualan ikan asap di pinggir jalan selama 10 tahun. Berkat ketekunannya dalam menjalankan bisnis, saat ini ia telah memiliki sejumlah pekerja borongan yang membantunya dalam memproduksi ikan asap tersebut, seperti pekerjaan memotong ikan sampai dengan mengasap ikan. Upah yang diberikan pun bergantung pada seberapa banyak ikan asap yang diproduksi.
"Sudah lama, 10 tahun. Ini milik saya cuma yang ngerjain ada sendiri di sana. Yang ngasap sendiri, yang motong-motong sendiri, itu borongan. Kalau 50 kilogram, yang ngasap (dapat upah) Rp 50 ribu, yang motong-motong Rp 50 ribu," ucap Zuroidah kepada detikJatim, Selasa (26/12/2023).
Ikan asap yang dijual pun beragam jenis. Ikan ini juga dijual dengan berbagai ukuran, mulai dari yang berukuran kecil hingga besar.
Sebagai pengusaha, Zuroidah selalu mempertahankan kualitas komoditas ikan yang dijajakannya. Ia mengungkapkan bahwa ikan-ikan tersebut didapatkannya dari nelayan setempat, sehingga masih terjaga kesegarannya. Selain itu, harganya pun terbilang jauh lebih murah.
"Kalau ikan di laut sini kan lebih segar, harganya lebih murah, tapi nggak setiap hari ada," kata Zuroidah.
Namun, Zuroidah mengaku ia tidak hanya mengandalkan hasil tangkapan para nelayan, karena terkadang cuaca yang sedang tidak bersahabat, menyebabkan nelayan tidak membawa pulang hasil tangkapan yang cukup.
Maka dari itu, Zuroidah berupaya memperoleh bahan baku utama dagangannya dari para penjual ikan segar lainnya di Pasar Pabean hingga Tulungagung. Untuk mengatasi kekurangan bahan baku, Zuroidah tak jarang memanfaatkan hasil ikan ternak, seperti ikan patin.
"Ikan-ikan ini macam-macam, ada yang dari Pasar Pabean, ada yang dari nelayan sini. Kalau yang setiap hari ada itu ikan patin dari Tulungagung karena kalau ngandelin laut di sini, sehari makan sehari nggak makan, soalnya kan ngikutin cuaca kadang nelayan itu balik nggak dapet apa-apa. Jadi, ibu-ibu dulu inisiatif pake ikan ternak, ikan tawar, ya ini ikan patin ini," jelas Zuroidah.
Pada dasarnya, bisnis tidak selalu berjalan mulus. Dengan berat hati, Zuroidah harus menaikkan harga ikan asap yang dijualnya saat terjadi kenaikan harga ikan patin mentah, sebab harga pakan yang semakin mahal. Belum lagi kondisi ketika musim kemarau menyebabkan beberapa tambak dan kolam ikan patin menjadi kering.
"Sekarang ikan agak naik turun, mungkin karena apa ndak tau saya juga berusaha nanya informasi ke sana itu katanya itu kalau patin kan pake pakan ikan ya, katanya sih ada yang bilang pakan ikannya mahal. Ada lagi yang bilang habis kemarau panjang, jadi tambak-tambak, kolam-kolam ikan itu podo kering. Yang dulunya harga sembilan setengah sekarang jadi dua puluh tiga setengah. Kita juga jualnya ya naik, yang dulunya Rp 2.500 sekarang ecer Rp 3 ribu," kata Zuroidah.
Setiap harinya, Zuroidah menghabiskan waktu sekitar 3 jam untuk mengepul sebanyak satu kuintal ikan segar. Kala keberuntungan memihaknya, Zuroidah mampu menjual sebanyak satu kuintal ikan asap kepada satu orang pembeli yang memborong dagangannya.
"Sebentar, satu kuintal mungkin tiga jam sudah selesai. Tergantung ramai sepi, kadang-kadang kalo ramai itu sampe satu kuintal tiap orang, satu ibu-ibu. Dari yang murah satu tusuk Rp 3 ribu sampai yang satu ekor ikan Rp 35 ribu ada. Ikan tuna yang besar satu itu Rp 35 ribu," bebernya.
Zuroidah sendiri merupakan seorang ibu tunggal lantaran suaminya telah meninggal dunia sejak empat tahun yang lalu. Kini, ia harus menghidupi keempat orang anaknya yang masih kecil.
Meskipun begitu, Zuroidah tetap mensyukuri adanya rezeki yang dilimpahkan kepadanya, sehingga dirinya mampu menghidupi dan menyekolahkan keempat orang anaknya. Bahkan, salah satu anaknya berhasil menamatkan jenjang pendidikan SMA, kemudian berkeinginan untuk mengikuti jejak sang ibu menjadi seorang pengusaha.
"Saya sendiri, suami saya sudah meninggal empat tahun yang lalu, saya ditinggali empat orang anak. Sekarang jadi tulang punggung. Anak-anak sekolah semua, yang paling kecil ini sekolah, sekolah PAUD. Ini barusan lulus SMA, ini anak saya, barengin saya (usaha)," ucap Zuroidah.
Lokasi dagangannya yang tidak jauh dari tempat wisata THP Kenjeran memudahkannya untuk menarik perhatian para pembeli lebih banyak lagi. Terlebih ketika musim liburan, ikan asap yang dijualnya selalu laris dibeli oleh para wisatawan. Sementara itu, pada hari-hari biasa Zuroidah kebanyakan melayani para tengkulak.
"Sabtu Minggu (paling laris), kan dekat wisata. Kalo liburan lumayan agak ramai liburan sekolah, biasanya tahun baru ramai. Iya (terbantu dengan adanya wisata). Kalau hari-hari gini kita melayani tengkulak kan, yang buat dijual lagi ke pasar. Di samping itu sama ngecer soalnya kalau tengkulak itu gak ngambil kepalanya, dia ngulak dagingnya tok," kata Zuroidah.
(hil/dte)