Pemerintah akhirnya membuktikan menutup TikTok Shop pada Rabu (4/10/2023) pukul 17.00 WIB. Penutupan toko online di sosial media disambut bahagia para pedagang di toko offline, salah satunya penjual di pusat grosir .
Menurut Pakar Ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Gigih Prihantono, ada banyak hal yang harus diperhatikan untuk bisa membangkitkan kembali perekonomian pedagang toko oflline usai TikTok Shop ditutup. Sebab, zaman sudah berubah, perilaku berubah, banyak pilihan, dan lainnya.
"Menurut saya, menggunakan TikTok Shop itu hanya salah satu channel dari ribuan channel yang ada. Misalnya ada Tokopedia, Shopee, Facebook, dan lainnya, TikTok hanya bagian kecil channel digital yang muncul, men-service banyak konsumen," kata Gigih saat diihubungi detikJatim, Kamis (5/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan penjualan melalui TikTok Shop tidak terkena pajak dan tidak mendapat beban administratif. Sehingga kompetisinya tidak seimbang, di mana pedagang di pasar dikenakan sewa, wajib retribusi, keamanan, kebersihan, dan lainnya. E-commerce pun dikenakan biaya admin, iklan, dan lainnya, sedangkan TikTok Shop tidak ada biaya apapun.
"Sehingga orang-orang yang berjualan di TikTok Shop menjadi murah, karena tidak terbebani biaya administrasi seperti di aplikasi lain maupun pasar. Harga jualnya menjadi lebih murah, bukan karena barang atau pelayanan yang bagus, tapi hilangnya administrasi. Ini sebenarnya tidak imbang," jelasnya.
Oleh karena itu, pemerintah memberikan kebijakan untuk bisa menyeimbangkan lapangan kompetisi agar sama. Caranya dengan menutup TikTok Shop. Penutupan TikTok Shop juga memiliki dampak cukup baik untuk toko offline, yaitu pembeli akan lebih banyak dari sebelumnya.
Di sisi lain, ia menyebut ada banyak cara lain untuk menarik konsumen agar mau terus belanja ke pasar grosir atau ecer. Salah satunya tidak mengasingkan diri dari saluran digital, karena tak menutup kemungkinan banyak konsumen yang hidup di digitalisasi dan terpapar iklan.
"Penjualan tidak hanya digitalisasi, tapi bagaimana cara kita kreatif menarik konsumen. Contoh, apakah mampu memberikan pelayanan ekstra, beli barang offline cukup telepon, lalu diantar dan gratis ongkir. Itu inovatif. Banyak cara menarik konsumen untuk bisa kembali lagi membeli secara offline," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga harus membantu para pedagang dan konsumen melalui PD Pasar. Caranya dengan mem-branding pasar yang lebih menarik dan memiliki ciri khas agar penjual merasa nyaman. Sebab, marketing dan branding yang bagus dibentuk oleh pasar agar pembeli tertarik belanja di sana.
"Edukasi harus, pendampingan, pemerintah bisa kolaborasi dengan perguruan tinggi, lembaga konsultan yang punya ilmu meningkatkan kemampuan branding. Kalau pengelola pasar memiliki kepentingan melakukan branding, pasar satu dengan lainnya harus punya branding dan karakteristik berbeda," pungkasnya.
(irb/fat)