Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengumpulkan sejumlah pengusaha dan petani porang di Surabaya pada Kamis (6/7/2023).
Dalam acara ini, para petani porang tidak mendapat kepastian dari pemerintah dalam hal ini Kementan RI terkait harga umbi porang basah yang harganya anjlok. Harga anjlok itu usai pemerintah menggembar-gemborkan ke masyarakat dan petani untuk menanam porang.
Salah satu petani porang asal Madiun bernama Suharno mengaku keluhan petani tidak digubris dalam pertemuan ini. Pria yang juga anggota Asosiasi Petani Porang Madiun Nusantara ini heran keluhan petani tidak dihiraukan.
"Kami bertanya soal harga umbi porang basah, tadi sudah kami sampaikan, tapi ditanggapi agak berbeda, buruk. Yang intinya harapan petani porang Indonesia itu bisa ada solusi, bisa terurai apa yang terjadi 3 tahun terakhir ini di mana harga porang jatuh yang pada akhirnya para pabrikan jatuh," kata Suharno.
Suharno menyebut pertemuan ini tidak menghasilkan titik temu.
"Saya boleh mengatakan demikian (pemerintah omong kosong, dulu gembar-gembor). Saya khawatir petani porang dengan pabrikan nggak ada masalah sebenarnya. Ketika pabrikan itu memproduksi, petani mensuplai bahan baku kan selesai," jelasnya.
"Yang tidak selesai ini masalah regulasi pemasaran ini yang ekspor ke Cina, okelah itu (negara tujuan) satu-satunya, ya nggak apa-apa. Tapi harganya terus di bawah nadir sudah. Sama sekali tidak sesuai harga umbi basahnya. Malah Rp 2.200 di daerah Madiun tempat saya," kata Suharno
Petani yang memiliki lahan 1 hektare di Saradan ini menyebut Pemerintah gembar-gembor mengajak petani dan warga menenam porang, kemudian lepas tangan.
"Iya (pemerintah lepas tangan). Padahal pinjaman masih belum terbayar, ya KUR," keluh Suharno.
Suharno juga menyebut Pemerintah lewat Dirjen Tanaman Pangan Kementan RI justru memberi opsi yang tidak masuk akal.
"Dia direktur menghendaki agar ada alternatif lain untuk pemasarannya (porang) itu agar ada beraneka ragam makanan dari porang agar bisa membantu harga porang naik. Ya itu omong kosong (pemerintah)," jelasnya.
"Makannya saya bilang kalau pembahasan beranekaragam itu kan dari pengusaha semua sudah berusaha, tapi pasar itu tetap publik. Kalau publik tidak menganggap pasar ya nggak bisa toh. Porang itu intinya kan makanan luar negeri, nah ini kan eksportirnya ada di China semua. Mesin di China semua, sehingga China menguasai semuanya. Tapi mengapa harga ini kok jatuh? Apa ada permainan antara Cina dengan Indonesia dengan orang-orang yang ada di atas sana?," keluh Suharno.
Pria yang sudah menanam porang sejak tahun 2010 ini mengungkap opsi pemerintah yakni menciptakan beraneka ragam makanan yang berasal dari porang. Menurutnya hal itu mustahil. Sebab, porang lebih banyak dikonsumsi di luar negeri.
"Dengan adanya regulasi ini kan otomatis siapa yang diuntungkan? Saya tadi usul langsung di-cut oleh panitia," tegasnya.
Suharno menyatakan petani hanya ingin harga porang khususnya umbi basah berada di angka Rp 5-6 ribu per kilonya. Namun, saat ini harga porang di angka Rp 2.200-2.800 per kilonya. Dulu, sebelum pemerintah 'koar-koar' harga umbi basah porang di angka Rp 8-11 ribu per kilonya.
Simak Video "Kisah Petani Porang Banting Stir Merambah Usaha Walet"
(faa/iwd)