Di balik suksesnya Monde Nissin ada Henry Soesanto yang kini menjadi pimpinan di perusahaan tersebut. Dikutip dari Forbes, Henry memiliki harta US$ 625 juta atau setara dengan Rp 9,3 triliun (asumsi kurs Rp 15.000). Dia masuk dalam daftar orang terkaya di Filipina urutan 27.
Henry pindah ke Filipina 40 tahun yang lalu. Dia membantu ayah mertuanya Hidajat Darmono yang mendirikan perusahaan tersebut pada 1979. Kemudian dia dipercaya untuk mengembangkan perusahaan tersebut pada akhir 1980-an. Forbes juga mencatat, pria berusia 71 tahun ini masih menjadi warga negara Indonesia meskipun tinggal di Manila, Filipina.
Dalam pemberitaan CNN Indonesia, Henry merupakan alumnus Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Perusahaanya telah melantai di bursa saham Filipina dan berhasil meraup pendapatan US$ 1,1 miliar dan menjadi IPO terbesar di Filipina.
Salah satu produk Monde Nissin di Filipina adalah Lucky Me! yang terdiri dari mie instan dan biskuit serta cookies. Tahun 2004, Monde Nissin membuka pabrik biskuit di Chonburi, Thailand sebagai langkah pengembangan produksi di luar negeri.
Perusahaan terus berkembang dan menjadi pemain besar di pasar biskuit lokal yang menawarkan produk seperti Voiz Cracker, Voiz Waffle, kue mini Sumo, An-Pan dan Monde cookies.
Sebelumnya dikutip dari CNN Business dari IPO yang sudah dilakukan, Nissin juga berencana untuk meningkatkan penjualan merek mi instan miliknya di Asia, yang digambarkan sebagai 'bisnis inti' dari perusahaan itu sendiri.
Soesanto menjelaskan bahwa meski sudah lama menjadi pemimpin pasar mie instan di Filipina, riset menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat Filipina dalam kategori tersebut masih relatif lebih rendah dibandingkan negara tetangganya seperti Indonesia dan Vietnam.
Dia mengatakan rata-rata konsumen di sana hanya makan mi instan sekitar 36 bungkus per tahun, sedangkan konsumen di Indonesia dan Vietnam biasanya mengonsumsi sekitar 50 bungkus.
Dalam beberapa tahun ke depan, Soesanto berencana untuk meningkatkan ekspor produknya ke pasar-pasar yang ada di seluruh Amerika Utara, Eropa, Timur Tengah dan Asia, dan masuk ke negara-negara baru, termasuk Jepang, Indonesia dan Vietnam.
"Kami hanya ingin masuk ke konsumen, Mengapa beberapa konsumen tidak makan mi. Kami masih melihat potensi pertumbuhan," kata Soesanto.
(kil/iwd)