Sebelumnya, para difabel Blitar telah membuat perlengkapan salat dari batik ciprat. Mulai dari mukena, sarung hingga songkok.
"Tahun ini ada tren baru dari kami, yaitu sajadah full batik ciprat. Kami buat dengan konsep sajadah travel. Jadi ringan dan mudah dibawa," kata Ketua Yayasan Rumah Kinasih, Dwi Mawadati kepada detikJatim, Rabu (12/4/2023).
Semua produk dibuat dari batik ciprat karya difabel Rumah Kinasih. Termasuk sajadah, mukena dan lain sebagainya. Itu karena, untuk memanfaatkan batik ciprat para difabel menjadi produk yang lebih mudah dipasarkan.
Dwi menyebut, sajadah batik ciprat banyak dilirik pelanggan selama Ramadhan ini. Termasuk jajaran Kemensos yang memesan sajadah batik ciprat dalam kemasan hampers.
![]() |
"Alhamdulillah kemarin ada pesanan dari Kemensos dan sebagainya, ada sekitar 50 bungkus. Kemudian pesanan secara personal juga ada," terangnya.
Satu sajadah batik ciprat dijual dengan harga Rp 80 ribu sampai Rp 100 ribu. Sementara untuk mukena batik ciprat dijual dari harga Rp 180 ribu sampai dengan Rp 250 ribu. Sedangkan untuk hampers perlengkapan salat dijual dengan harga yang bervariasi, disesuaikan dengan isinya.
"Sejauh ini pesanan yang masuk lewat market place online, tapi ada beberapa juga yang beli secara offline di Rumah Kinasih maupun di tempat bazar pameran," terangnya.
Menurut Dwi, proses produksi perlengkapan salat batik ciprat dibagi menjadi dua. Yakni yang pertama proses pembuatan batik ciprat di Rumah Kinasih yang berada di Kecamatan Kesamben. Sementara untuk proses produksi menjadi barang jadi dilakukan di rumahnya, yaitu Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar.
"Tapi semua yang mengerjakan adalah teman-teman difabel. Mulai dari yang bikin batik sampai menjahit, menjadi mukena maupun sajadah. Jadi ini murni karya teman difabel, dan uang hasil penjualan juga akan diberikan kepada mereka," tandasnya.
(hil/fat)