Ramadhan menjadi berkah bagi Budi Cahyo (37), perajin beduk di Kabupaten Mojokerto. Permintaan yang naik 2 kali lipat membuat omzet penjualan beduk buatan Galeri Seni Langgeng ini menembus Rp 400 juta/bulan.
Budi mempunyai 2 bengkel kerja di Kabupaten Mojokerto. Pertama di Dusun Kemiri, Desa Kedungsari, Kecamatan Kemlagi. Di Galeri Seni Langgeng ini, ia bersama 6 karyawannya fokus memproduksi mimbar khotbah dan beduk.
Bengkel kedua di Desa Kupang, Kecamatan Jetis. Bedanya, bengkel dengan 3 karyawan ini fokus memproduksi kerangka beduk dan mimbar khotbah. Selain produksi, Budi juga melayani reparasi beduk, baik kerusakan bagian kulit maupun tabung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alhamdulillah Ramadhan ini ada peningkatan 2 kali lipat dari hari biasa. Pesanan biasanya 4 sampai 5 beduk sebulan, saat ini pesanan 10 hingga 12 beduk," kata Budi ketika berbincang dengan detikJatim di Galeri Seni Langgeng, Minggu (2/4/2023).
Bapak 2 anak ini menjelaskan, pesanan beduk datang dari berbagai daerah di Indonesia. Antara lain dari Jombang, Lamongan, Surabaya, Jateng, Lampung, serta Halmahera. Budi membanderol harga beduknya bervariasi tergantung ukuran.
"Harganya paling kecil diameter 60 cm Rp 7,5 juta. Kalau paling besar diameter 200 cm di kisaran Rp 85 juta," ungkapnya.
![]() |
Harga tersebut sudah satu paket, terdiri dari beduk lengkap dengan penyangganya, 4 pemukul beduk, serta 1 kentongan plus pemukulnya. Khusus pemesan dari wilayah Jatim, harga yang dipatok Budi sudah termasuk ongkos kirim dan pemasangan di masjid.
"Paling banyak dipesan saat ini beduk harga Rp 22 juta dan Rp 32 juta. Kami menggunakan bahan berkualitas dengan pengerjaan yang teliti," jelasnya.
Berkualitasnya beduk bikinan Galeri Seni Langgeng membuat para pemesan rela mengantre. Budi dan 9 karyawannya pun bekerja lebih keras untuk menyelesaikan pesanan. Sebab kapasitas produksi normal mereka maksimal 8 beduk per bulan.
Seiring banyaknya pesanan dalam Ramadhan tahun ini, lanjut Budi, omzet penjualan beduk juga naik lebih dari 2 kali lipat. Menurutnya, permintaan beduk biasa tinggi menjelang Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
"Hari biasa omzetnya Rp 80 juta sampai Rp 150 juta sebulan. Kalau jelang hari raya seperti saat ini, omzet Rp 300 juta sampai Rp 400 juta per bulan," ungkapnya.
Tak terasa Budi sudah 14 tahun menekuni bisnis beduk dan mimbar khotbah. Awalnya, ia menggeluti bisnis mebel di sela kesibukannya menjadi guru honer di sebuah SMK. Namun, bisnis tersebut hanya berjalan 6 bulan karena ketatnya persaingan sampai menjatuhkan harga mebel.
"Kemudian saya tertarik produksi beduk karena laku dengan harga mahal. Tahun 2009 pula saya mulai bisnis beduk," ujarnya.
![]() |
Berbekal keterampilan produksi mebel, Budi belajar otodidak membuat beduk. Ia juga banyak menimba ilmu dari sejumlah tukang beduk. Bisnis barunya kala itu berjalan lancar. Produk beduk perdananya yang masih sederhana, dibeli takmir masjid di Bojonegoro.
Selama 14 tahun terakhir, mantan guru Fisika ini tak pernah lelah untuk berinovasi. Setidaknya sudah 5 kali ia mengubah dimensi beduknya agar menghasilkan suara yang bagus. Beduk yang berkualitas adalah suaranya bisa didengar dari jauh, serta tidak memekakkan telinga jika didengar dari dekat.
"Kami terus berinovasi agar bahan bisa ditekan, tapi kualitas tetap tinggi. Karena kami harus mengikuti dinamika pasar agar tetap bisa bersaing," tandasnya.
(hil/fat)