Momen Ramadhan menjadi momen kebangkitan pengrajin songkok di Lamongan. Para pengrajin banjir pesanan usai mengubah pola pemasarannya pasca terdampak Pandemi COVID-19.
Sebelumnya, pandemi membuat pesanan songkok di Desa Pengangsalan, Kecamatan Kalitengah, Lamongan turun drastis. Akhirnya, pengrajin di desa yang menjadi sentra produksi songkok di Lamongan ini mulai bangkit. Mereka mengubah strategi bisnisnya hingga bisa berbuah manis.
"Saat pandemi berlangsung itu, permintaan songkok menurun drastis, padahal usaha ini sudah kami tekuni selama bertahun-tahun," kata Niken Anggraini (21), salah satu pelaku usaha songkok di Desa Pengangsalan saat berbincang dengan wartawan, Kamis (30/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Niken yang masih berstatus mahasiswi ini kemudian memutar otak agar usaha yang sudah turun-temurun ia geluti tetap bertahan. Bersama sang kakak, Niken melakukan inovasi dengan mengubah pola pemasarannya.
"Berawal dari kondisi ini selama pandemi ini lah, kami kemudian mulai melakukan inovasi dalam hal untuk memasarkan songkok produksi kami. Salah satu solusi yang kami lakukan adalah dengan melakukan penjualan online dengan memanfaatkan platform marketplace yang banyak tersedia. Selain itu, kami juga membuka toko online untuk melayani penjualan songkok," ujarnya.
Menurut Niken, penjualan atau pemasaran songkok dengan memanfaatkan teknologi melalui marketplace ini ternyata membuat omzet songkok produksinya laris manis. Songkok produksi Desa Pengangsalan ini terus menjamah pasar di hampir seluruh penjuru tanah air hingga luar negeri.
![]() |
"Alhamdulillah, kalau di rata-rata pelanggan kami datang dari seluruh penjuru tanah air. Kalau ke luar negeri, kami ada pelanggan dari Arab saudi," jelasnya.
Kini, kesibukannya pun bertambah. Tidak hanya memproduksi songkok, ia juga terus meng-input resi atau tanda kirim songkoknya kepada para pelanggan. Niken mengaku, dalam sehari ia bisa memenuhi permintaan songkok hingga 10 kodi atau sebanyak 200 songkok.
Momen Ramadhan ini juga mampu mendongkrak permintaan songkok hingga mencapai 80 persen.
"Hari-hari biasa kami mampu kirim 10 kodi atau sebanyak 200 songkok. Saat Ramadhan seperti sekarang ini permintaan naik hingga 80 persen, jika dihitung dalam sehari bisa memenuhi pesanan konsumen sebanyak 20 kodi atau 400 songkok," paparnya.
Untuk harga, Niken juga tidak mematok harga tinggi. Semua songkoknya ia jual mulai Rp 26 ribu hingga Rp 70 ribu tergantung kualitas bahannya. Dari penjualan melalui marketplace ini, Niken dan sang kakak mampu meraup omzet hingga puluhan juta rupiah perbulannya.
"Mengingat kerajinan songkok adalah mata pencaharian utama masyarakat desa kami, kami berharap kerajinan songkok ini tetap bertahan dan kami mampu berinovasi karena menjadi mata pencaharian turun menurun," pungkasnya.
(hil/fat)