Komunitas petani organik di Desa Claket, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto sukses menghapus stigma yang menyepelekan profesi petani. Hanya menggarap kebun 1,5 hektare, komunitas bernama Twelve's Organic ini meraup omzet Rp 20 juta setiap bulan.
Twelve's Organic di Desa Claket lahir tahun 2017 berkat perjuangan Maya Stolastika (37) dan sahabatnya Herwita Rosalina alias Wita (35). Saat ini, komunitas petani organik tersebut menggarap 13 kebun di Dusun Claket dan Mligi, Desa Claket. Mereka mampu memberdayakan 14 warga setempat sebagai petani, 13 di antaranya emak-emak.
"Dari 13 kebun itu kalau ditotal luasnya kurang lebih 1,5 hektare," kata Maya kepada detikJatim di kebun garapannya di Dusun Claket, Senin (27/3/2023).
Belasan kebun tersebut, lanjut Maya, hampir semuanya dia sewa bersama Wita. Hanya 3 kebun yang statusnya milik petani anggota Twelve's Organic. 14 Petani yang saat ini aktif, dibagi menjadi 4 kelompok. Yaitu Kelompok Madani beranggotakan 4 petani, Berdikari 3 orang, Miatani 5 orang, serta Swadaya 4 orang.
Selain menyewakan lahan, Maya dan Wita juga menyediakan benih, sarana produksi (Saprodi) untuk semua anggotanya, serta mengelola pemasaran produk pertanian organik. Dua perempuan lajang asal Pandugo, Kelurahan Penjaringansari, Rungkut, Surabaya ini juga melatih anggota Twelve's Organic tentang pertanian organik.
Mulai dari teknik menanam, perawatan, tahap panen, cara membuat pupuk organik dan mengaplikasikannya, hingga teknik meracik pestisida nabati (Pesnab) dan cara menggunakannya. Bahkan, cara menjamin mutu produk pertanian organik juga mereka edukasikan.
"Penghasilan anggota kami cukup untuk belanja sehari-hari selain beras dan minyak goreng. Sehingga mereka tidak perlu minta ke suami. Kalau hasilnya Lebih dari itu alhamdulillah," terang lulusan Sastra Inggris Unesa ini.
Maya dan Wita menggaet emak-emak karena beberapa pertimbangan. Pertama, emak-emak dinilai lebih cepat merespons edukasi tentang pertanian organik. Kedua, emak-emak tidak mempunyai beban sebagai tulang punggung keluarga. Sebab pertanian organik tidak bisa menghasilkan pendapatan secara instan. Selain itu, panen juga tidak langsung dalam jumlah besar.
"Juga terkait target kami regenerasi petani. Perempuan akan menjadi sekolah untuk anaknya bahawa menjadi petani itu menghasilkan," ujarnya.
Saat ini, Twelve's Organic menghasilkan 70 jenis buah, sayur dan umbi-umbian dari lahan 1,5 hektare. Antara lain sawi, bayam merah, selada hijau dan merah, romen hijau dan merah, penino, kenikir, ketela ungu, kuning dan oranye, bote, ganyong, singkong, bayam raja, labu siam, kentang, mocaf, timun, jagung, siomak, sawi putih, brokoli, terong, tomat, pokcoy, wortel, seledri, pagoda, beetroot, kale, lemon, serai dan caisim.
Untuk buah, kata Maya, Twelve's Organic fokus membudidayakan 4 jenis beri. Yaitu stroberi, rasberi, mulberry dan blackberry. "Setiap negara punya beri. Tuhan menciptakannya sebagai penangkal radikal bebas. Namun, orang Indonesia umumnya tidak mengonsumsi beri padahal manfaatnya tinggi, dia antioksidan. Kalau semua orang terbiasa konsumsi beri, ga gampang sakit," jelasnya.
Semua hasil panen disetorkan 4 kelompok ke Twelve's Organic. Menurut Maya, pihaknya sudah memberi patokan harga untuk para petani yang dijamin stabil. Tak seperti pertanian organik yang harga komoditas kerap kali anjlok setiap kali panen raya. Produk pertanian organik ia pasarkan dengan harga rata-rata Rp 14.000 per Kg.
Simak Video "Kiprah UMKM Naik Kelas Tembus Pasar Global"
(hil/fat)