Blak-blakan Sri Mulyani Soal Transaksi Jumbo Triliunan Rupiah 2 Sosok Ini

Blak-blakan Sri Mulyani Soal Transaksi Jumbo Triliunan Rupiah 2 Sosok Ini

Herdi Alif Al Hikam - detikJatim
Selasa, 21 Mar 2023 11:42 WIB
Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam (Anggi-detikcom)
Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam (Anggi-detikcom)
Surabaya -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui adanya temuan ada transaksi jumbo dari dua orang wajib pajak. Itu diketahui dari data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Dengan blak-blakan Menkeu yang akrab disapa Ani itu mengatakan bahwa di data itu ada seseorang berinisial SB yang disebut memiliki transaksi hingga Rp 8,2 triliun.

"Satu, figurnya pake inisial SB. Ini di dalam data PPATK disebutkan omzetnya mencapai Rp 8,247 triliun. Data dari SPT pajak adalah Rp 9,68 triliun, lebih besar di pajak daripada yang diberikan oleh PPATK," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (21/3/2023) kemarin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Orang itu disebut memiliki saham di perusahaan dengan inisial PT BSI. Aliran dana ini diketahui juga dari data yang disampaikan PPATK ke Kemenkeu dan Ditjen Pajak.

"Kita teliti PT BSI yang ada di dalam surat PPATK juga, PT BSI ini data PPATK menunjukkan Rp 11,77 triliun. SPT Pajaknya menunjukkan Rp 11,56 triliun. Ada perbedaan Rp 200-an miliar itu pun dikejar. Kalau buktinya nyata perusahaan itu akan didenda 100%," kata Sri Mulyani.

ADVERTISEMENT

SB juga punya transaksi ke perusahaan lain berinisial PT IKS. Selama 2018-2019, data PPATK menunjukkan transaksi itu mencapai Rp 4,8 triliun sedangkan SPT perusahaan itu hanya melaporkan sejumlah Rp 3,5 triliun.

Selain SB, Sri Mulyani juga menyatakan pihaknya menemukan ada pihak berinisial DY juga punya transaksi jumbo. DY melapor dalam SPT hartanya Rp 38 miliar, tapi penelusuran PPATK menemukan orang itu punya transaksi sampai Rp 8 triliun.

Sri Mulyani menyatakan bahwa berdasarkan data-data dari PPATK itu pihaknya telah memanggil yang bersangkutan untuk dimintai keterangan.

"Nah, perbedaan data ini yang kemudian dipakai oleh Direktorat Jenderal Pajak memanggil kepada yang bersangkutan," ujar Sri Mulyani.




(dpe/fat)


Hide Ads