Curhat Petani yang Tetap Tanam Apel Meski Merugi Demi Ikon Kota Batu

Curhat Petani yang Tetap Tanam Apel Meski Merugi Demi Ikon Kota Batu

M Bagus Ibrahim - detikJatim
Kamis, 09 Feb 2023 08:01 WIB
apel di kota batu
Utomo yang tetap menanam apel demi menjaga nama Kota Batu sebagai kota apel (Foto: M Bagus Ibrahim)
Kota Batu -

Kota Batu sebagai kota apel coba dipertahankan oleh Utomo (62). Meski sebenarnya pekerjaanya sebagai petani apel sudah tidak lagi menjanjikan seperti dulu.

Terlebih selama ini tak sedikit petani apel yang sudah beralih kepada tanaman lain karena terus merugi. Seperti yang ada di tempat asal Utomo Dusun Gerdu, Desa Tulungrejo, Kota Batu.

Dikatakan Utomo bahwa beberapa orang memilih untuk beralih menanam jeruk yang perawatannya tidak terlalu sulit tapi hasilnya masih menguntungkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya bertahan sebagai petani apel karena ingin mempertahankan ikon kota batu sebagai kota apel," ujarnya saat ditemui detikJatim di kediamannya, Kamis (9/2/2023).

Ia sendiri juga memaklumi banyak orang yang beralih dari apel ke tanaman lain, karena untuk bertahan sebagai petani apel sendiri perlu telaten dan sabar. Sebab, kendala yang dihadapi petani apel saat ini juga cukup berat.

ADVERTISEMENT
apel di kota batuApel di Kota Batu (Foto: M Bagus Ibrahim)

"Pertama kondisi tanah yang terlalu sering terkena pupuk kimia menjadi rusak sehingga berpengaruh pada hasil tanaman. Ini perlu mendapatkan penanganan dengan menggunakan pupuk organik," terangnya.

Kendala lain, harga obat-obatan yang terus meningkat tidak diimbangi dengan hasil panen yang didapat oleh para petani. Sehingga petani apel sering tidak mendapatkan untung bahkan sampai merugi.

"Obat harganya terus meningkat. Tapi apel sering dibeli murah, misal jika dihitung untuk biaya operasional habisnya sampai Rp 30 juta untuk satu musim (6 bulan), kemudian panen cuman dapat Rp 24 juta kan sulit," kata Utomo.

"Petani selama ini menjual ke pedagang, harganya pun tidak bisa stabil. Misal, harusnya perkilo di harga Rp 8-9 ribu agar untung tapi kenyatanya saat panen hanya laku di harga Rp 3-4 ribu," sambungnya.

Belum lagi saat buah musiman seperti mangga sedang panen raya. Secara otomatis harga apel akan anjlok drastis. Sedangkan saat harga apel mahal petani kesulitan mencari pembeli dengan harga pas dan akhirnya terpaksa menjual murah.

"Ketika mahal harganya sulit sekali menjualnya. Pedagang tidak mau membeli kecuali harga turun, lah kita kan takut kalau gak dijual nanti keburu busuk. Tapi kalau apel harganya murah diserbu sama pedagang," kata dia.

Untuk bertahan selama ini, dari 8 kebun yang dirawatnya 7 digunakan sebagai tempat wisata petik apel dan 1 kebun sisanya untuk dijual kepada pedagang.

Pejabat maupun wakil rakyat berulang kali mampir ke kebunnya. Berbagai keluhan sudah ditumpahkan kepada mereka. Tapi, sampai saat ini belum ada solusi yang muncul untuk mengeliatkan pertanian apel kembali.

Bahkan dari rekomendasi pemerintah, ada beberapa petani apel dari luar negeri seperti Polandia, New Zeland hingga Vietnam datang ke kebun Utomo untuk studi banding.

"Orang-orang luar itu sebenarnya memuji daerah kita yang bisa panen apel dua kali dalam 1 tahun. Sedangkan di negara mereka hanya satu kali dalam 1 tahun," tuturnya.

"Bedanya di sini sama di negara lain itu, hasil pertanian semua diserahkan kepada pemerintah baik untuk penjualan dan lain-lain. Sehingga petani di sana bisa fokus memperbaiki kualitas tanpa harus bingung jualan," sambungnya.

Belum lagi permasalahan buah cepat busuk sudah bisa dituntaskan oleh mereka dengan menyediakan tempat penyimpanan atau cold storage untuk hasil panen. Sehingga buah terus tersedia dan aman.

"Di sana pakai cold storage untuk menjaga agar buahnya bisa tahan lama dan itu berhasil. Terus untuk penjualannya ke pemerintah, sehingga harga bisa terus stabil tanpa ada yang memainkan harga," ucap Utomo.

Upaya-upaya untuk mempertahankan pertanian apel juga tak henti-hentinya disampaikan utomo kepada Pemerintah maupun Wakil Rakyat. Seperti meminta adanya subsidi pupuk organik hingga pembuatan cold storage.

"Tapi ya katanya kalau anggaran buat subsidi pupuk gak ada. Kemudian kalau cold storage itu sudah ada rencana mau dibuatkan Pemkot Batu tapi cuman kapasitas 3 ton ya gak cukup," kata dia.

"Untuk menampung hasil para petani apel, minimal cold storage itu harus memiliki kapasitas 50 ton. Kalau 3 ton ya cuman bisa nampung panen satu tempat," imbuhnya.

Utomo menerangkan bahwa ketika sudah ada cold storage, Pemkot Batu juga perlu membentuk sebuah koperasi yang bisa mengakomodir para petani apel.

"Jadi dibuat sistem satu pintu lewat semacam koperasi gitu. Jadi pedagang tetap bisa beli tapi lewat Pemerintah melalui koperasi, itu tujuannya agar harga stabil dan petani bisa fokus pada peningkatan kualitas," terangnya.

Di akhir, Utomo berharap usulan seperti subsidi pupuk organik untuk mengembalikan kondisi tanah dan pembentukan koperasi serta cold storage bisa dilakukan pemerintah daerah. Tentunya, dalam pelaksanaanya harus serius demi kesejahteraan petani apel di Kota Batu.

"Semoga bisa didengar dan dibantu pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani apel dan mempertahankan ikon kota batu sebagai ikon wisata. Ketika dijalankan usulan itu ya mohon serius bukan seadanya," tandasnya.

Halaman 2 dari 2
(abq/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads