Perjalanan karir dan bisnis Agus Suyono (48) layak menjadi inspirasi semua orang. Bermodal Rp 7.500 saja, seniman multi talenta ini sukses mendirikan Galeri Sugaly Art. Selain kerajinannya yang sudah dinikmati banyak orang, ia juga melahirkan mahakarya Kota Raja Majapahit.
Rumah Edukasi Limbah Kayu Sugaly Art, begitulah nama galeri seni milik Agus di jalur Mojokerto-Pasuruan. Tepatnya di depan Universitas Islam Majapahit (Unim), Desa Jabon, Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto. Jaraknya hanya sekitar 5,6 Km dari Kota Mojokerto dengan waktu tempuh sekitar 14 menit saja.
Sugaly Art buka setiap hari pukul 07.00-16.00 WIB. Beragam karya seni lukis dan kerajinan kayu dijual di dalamnya. Separuh galeri menjadi bengkel kerja Agus. Selain berkunjung langsung, detikers juga bisa menghubungi nomor 081-217-743-223 jika tertarik membeli karya seni buatan galeri ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sugaly Art artinya Agus ahli seni karena Suga kebalikan dari Agus, Ly dari kata ahli, Art artinya seni," kata Agus ketika berbincang dengan detikJatim di lokasi, Selasa (17/1/2023).
Terbatasnya ruangan Galeri Sugaly Art membuat Agus belum bisa menata produknya dengan rapi layaknya art shop. Lukisan para tokoh dipajang di dinding atas, begitu pula kaligrafi ukiran kayu dan pelat aluminium. Sedangkan karya berbahan kayu yang artistik berbaur dengan produk suvenir, alat peraga pendidikan, piala, mainan edukasi, mebel unik dan lukisan hitam putih.
Bapak 3 anak asal Desa Pacing, Bangsal, Kabupaten Mojokerto, ini melahirkan banyak pahatan kayu bernilai seni tinggi. Wayang Brotoseno misalnya yang terbuat dari akar pohon jati. Agus menghabiskan satu bulan untuk membuat hiasan ruangan ini sampai finishing menggunakan pernis antigores. Ia mematoknya Rp 2 juta.
Miniatur Candi Borobudur juga tak kalah memukau meski berbahan limbah kayu. Agus membuatnya selama 2,5 bulan karena hanya memanfaatkan waktunya yang senggang. Karya seni berbahan kayu pinus seluas 125 x 125 cm dan tinggi 43 cm ini dibanderol Rp 10 juta. Untuk menghasilkan warna hitam, ia membakar permukaannya, lalu digosok halus dan dilapisi pernis.
"Borobudur ini menggunakan potongan kayu sisa produksi alat peraga pendidikan dan mainan edukasi," ungkapnya.
Meja kursi buatan Agus mayoritas berbentuk unik. Kursi berbentuk tangan misalnya ia jual Rp 1,65 juta. Kemudian meja berbentuk jamur Rp 1,25 juta. Ada juga ayunan kuda kayu Rp 150 ribu, gubuk kayu Rp 3,5 juta, kaligrafi ukiran kayu Rp 1,2 juta, lukisan hitam putih Rp 400 ribu, lukisan naturalis cat minyak 130 x 90 cm Rp 2,5-3 juta dan lukisan tokoh 90 x 60 cm Rp 4-5 juta.
Untuk memproduksi mainan edukasi dan alat peraga pendidikan, Agus memanfaatkan kayu pinus berupa palet bekas dan papan kayu MDF. Sedangkan kerajinan lainnya ia menggunakan kayu jati, sengon, trembesi dan gembilina. Berburu kayu sampai ke Pacet, Trawas, Kota Batu, Malang dan Blitar ia lakoni.
Sekitar 1,5 tahun sebelum pandemi COVID-19 melanda, Agus sempat menikmati manisnya menjadi seniman. Ya, kala itu ia menyuplai kursi tangan setengah jadi ke sebuah pabrik di Pasuruan untuk diekspor ke Amerika Serikat. Melalui rekannya, sisir kayu buatannya juga dikirim ke Kroasia dan Amerika Serikat.
Tak ayal ketika itu omzet bisnisnya menembus Rp 40-100 juta per bulan. Pandemi membuat omzet tersebut terjun bebas. Namun, Agus tetap mampu bertahan. Ia mengerjakan permintaan alat peraga pendidikan dan mainan edukasi dari sekolah-sekolah di Mojokerto hingga ke luar Jawa. Sebab ia banyak mempunyai teman sales di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Lombok dan Bali.
Permintaan melukis mural di sekolah TK, SD, SMP dan SMA juga ia ladeni. Belum lagi pembeli perorangan yang menyukai mebel unik, suvenir berbahan kayu, ayunan kuda kayu made in Galeri Sugaly Art. Saat ini, rata-rata omzet penjualan karya seninya di angka Rp 5-7 juta per bulan. Kini mebel unik dan alat peraga pendidikan masih tetap laris manis.
"Karya saya dominan baru hasil kreasi sendiri. Dari segi ukuran, ilmu ergonomi penting, tidak hanya seni. Agar bisa dipakai dengan nyaman dan aman. Kemudian halus. Sebenarnya aliran saya naturalis kalau di seni lukis," jelasnya.
![]() |
Tidak hanya itu, Agus juga melahirkan Mahakarya Kota Raja Majapahit tahun 2013. Hingga kini, miniatur pusat Kerajaan Majapahit itu ia simpan di Galeri Sugaly Art. Seniman berkacamata ini melarang detikJatim memotret mahakarya tersebut. Sebab ia belum mempunyai hak cipta sehingga berisiko ditiru seniman lain.
"Hak cipta saya urus sejak 2017 sampai sekarang belum bisa. Alasan mereka (Pemerintah) istana Majapahit belum ketemu sehingga tidak berani. Padahal keinginan saya hak cipta terhadap karya seninya," ujarnya.
Miniatur Kota Raja Majapahit ini dibuat Agus menggunakan potongan kayu jati kuno pemberian temannya. Karena temannya kolektor gebyok dan mebel kuno yang tak jarang harus mereparasi koleksinya. Ia menghabiskan 3,5 bulan untuk membuat mahakarya seluas 240 x 122 cm persegi itu.
Berbagai metode kajian ia lakukan sebelum membuatnya. Mulai dari mengamati situs-situs purbakala di Trowulan, menggali foto dan video di internet, data dari Museum Trowulan, hingga hasil penerawangan temannya yang indigo dan ahli supranatural. Agus berharap setelah mengantongi hak cipta, mahakarya ini akan ia ikutkan lelang.
"Inginnya saya bisa beli tanah untuk membuat galeri yang besar kalau laku di angka Rp 1-2 miliar. Karena saya yakin yang beli kolektor benda seni dari luar negeri, misalnya dari Belanda," cetusnya.
Tak disangka pula, Galeri Sugaly Art dirintis Agus hanya bermodal Rp 7.500 tahun 2001 silam. Ketika itu ia sudah menimba pengalaman menjadi pelukis keliling, bekerja di bengkel cat mobil, serta memberi les privat anak-anak pengusaha keturunan China. Desakan ekonomi karena sudah mempunyai istri dan anak 1, membuatnya memutar otak.
"Saat itu saya hanya punya uang Rp 10 ribu, yang Rp 7.500 saya belikan kayu untuk membuat sangkar burung. Sisanya saya berikan istri untuk beli beras," ungkapnya.
Awalnya Agus membutuhkan 4 hari untuk membuat sebuah sangkar burung. Buah kerja kerasnya itu hanya laku Rp 20 ribu. Sehingga ia memilih hanya melayani reparasi sangkar burung dengan upah Rp 25-40 ribu. Selain itu, ia juga mulai menerima permintaan melukis sosok dan kaligrafi masjid. Menginjak 2003, ia mulai melukis di rumahnya untuk dijual.
Hasil dari beberapa pekerjaan seni itu ia sisihkan untuk membeli peralatan pertukangan kayu. Kemudian ia membuka jasa melukis mural di berbagai sekolah di Mojokerto dan Sidoarjo sejak 2009. Sehingga ia mampu menyewa tempat untuk galeri seni dengan peralatannya cukup lengkap.
![]() |
"Awalnya menyewa tempat di sekitar SPBU Pacing, sewa digusur sampai 4 kali. Kemudian buka di Jabon November 2012 Galeri Sugaly Art," terangnya.
Sebelum pandemi COVID-19, Agus sempat mempunyai 6 karyawan. Galeri Sugaly Art juga kerap menjadi tempat mahasiswa magang dari berbagai perguruan tinggi di Jatim sampai sekarang. Namun, kini ia mengerjakan pesanan seorang diri. Hanya ketika kewalahan ia meminta bantuan temannya. Salah satunya karena peralatan miliknya habis dicuri pegawainya sendiri sekitar 1 bulan lalu.
"Sekarang tidak ada karyawan. Hanya 2-3 orang saya panggil kalau ada kerjaan di luar. Karena alat dicuri pegawai sekitar 1 bulan lalu sehingga kalau ada karyawan juga percuma mau kerja pakai apa," jelasnya.
Kepala Disbudporapar Kabupaten Mojokerto Norman Handhito berjanji bakal membantu Agus untuk mendapatkan hak cipta Mahakarya Kota Raja Majapahit. Seperti yang ia kerjakan tahun 2022 membantu para seniman Bumi Majapahit mendapatkan hak cipta untuk motif batik, tenun ikat dan lagu. Namun, pengurusan hak cipta baru bisa dilakukan menggunakan anggaran PAPBD 2023.
"Kami harus menganggarkan di PAPBD 2023 karena di APBD ini kami tidak menganggarkan. Senin (besok) biar dihubungi staf kami, sekalian inventarisasi usulan seniman yang lain. Biar kami bisa menghitung usulan PAPBD," tandasnya.
Simak Video "Video Jumlah Tersangka Penjarahan Rumah Uya Kuya Bertambah Jadi 12 Orang"
[Gambas:Video 20detik]
(dpe/fat)