Pertamina resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Ron 92 (Pertamax) mulai 1 April 2022. Dari semula Rp 9.000/liter menjadi Rp 12.500/liter. Bagaimana masyarakat merespons hal ini?
Dari pantauan detikjatim di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Kecamatan Ngunut di Tulungagung, Jumat (1/4/2022) pagi masih normal dan tidak terjadi antrean panjang. Hanya saja menurut petugas SPBU, jumlah pembelian BBM jenis pertamax pagi ini cenderung sepi dibanding sebelum terjadi perubahan harga.
"Ya lebih sepi, tapi kalau yang belum tahu kalau naik ya tetap beli. Sejak semalam tidak ada antrean," kata salah satu operator SPBU, Aan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara untuk permintaan BBM jenis Pertalite (Ron 90) cenderung lebih ramai dibanding hari sebelumnya. "Kalau Pertalite, kelihatannya lebih ramai, banyak yang beralih ke situ," ujarnya.
Kondisi sama terjadi di SPBU Kecamatan Sumbergempol dan Kedungwaringin. Nyaris tidak ada antrean.
Beragam respons masyarakat muncul terkait kenaikan BBM non subsidi. Salah seorang warga Kecamatan Ngunut, Jauhari mengatakan, lonjakan harga cukup memberatkan, terlebih saat ini kondisi perekonomian belum pulih.
"Kalau pendapat saya, lumayan berat, karena selain BBM harga-harga kebutuhan juga naik, seperti mintak goreng, kedelai, daging sapi dan ayam," kata Jauhari.
Namun menurutnya, masyarakat tidak mengalami dampak langsung yang signifikan. Sebab, masih ada alternatif BBM yang lebih murah. Namun untuk pelaku UMKM, dampaknya cukup terasa. Sebab, berpotensi meningkatkan beban distribusi dan mendongkrak harga komoditas lain menjadi naik.
"Kalau bagi pelaku UMKM seperti saya, ya kaya seperti pukulan bertubi-tubi, semua naik pokoknya, sedangkan daya beli masih rendah," ujarnya.
Respons berbeda disampaikan Sri Rocmawati, kenaikan harga BBM Pertamax tidak berdampak bagi dirinya. Dia mengaku untuk kebutuhan transportasi menggunakan BBM Pertalite yang harganya jauh lebih murah.
"Selama ini saya pakai Pertalite, enggak pernah pakai Pertamax, mahal. Kalau saya yang penting murah dan bisa jalan," kata Sri.
Rohadi, warga lain mengaku hanya bisa pasrah terkait kebijakan kenaikan harga BBM non subsidi tersebut. "Embuh, kono-kono terserah pemerintah (Tidak tahu, sana terserah pemerintah) mau naik mau turun enggak turun, mumet," ujarnya.
PT Pertamina dalam siaran persnya menjelaskan kenaikan harga Pertamax berlaku per 1 April 2022. Kenaikan harga mempertimbangkan kondisi lonjakan harga minyak dunia di atas US$ 100/barel, akibat krisis geopolitik dunia.
Akibat kondisi itu mendorong harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) per 24 Maret 2022 tercatat US$ 114,55 per barel atau melonjak hingga lebih dari 56% dari periode Desember 2021 yang sebesar US$73,36 per barel.
Menurut Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina (Persero), Irto Ginting harga Pertamax di pulau Jawa naik dari Rp 9.000/liter menjadi Rp 12.500/liter. Sedangkan harga Pertalite masih stabil pada Rp 7.650/liter.
"Pertamina selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat, harga Pertamax ini tetap lebih kompetitif di pasar atau dibandingkan harga BBM sejenis dari operator SPBU lainnya. Ini pun baru dilakukan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, sejak tahun 2019," jelas Irto Ginting.
(fat/fat)