Melambungnya harga kedelai berdampak pada produsen tahu dan tempe. Namun di Pacitan, ternyata ada jenis tempe yang tidak tergantung naiknya harga kedelai. Salah satunya Tempe Benguk.
Seperti namanya, makanan tradisional ini mengandalkan bahan baku Koro Benguk. Tanaman dengan nama latin Mucuna pruriens ini cukup mudah ditemui di pedesaan. Hidupnya biasa merambat di pohon atau tanaman pagar.
Tempe Benguk sangat familiar di kalangan masyarakat Kota 1001 Gua ini. Tak sulit mendapatkan jenis lauk yang akrab dengan julukan Tempe Pondasi ini. Banyak kios dan lapak pasar tradisional yang menjajakannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya lapak milik Misiyem, di Pasar Minulyo yang selalu menjadi jujugan pecinta tempe benguk. Perempuan 75 tahun itu mengaku setia membuat tempe benguk meski pembelinya tak sebanyak tempe kedelai.
"Sudah 20 tahun (bikin tempe benguk)," katanya saat berbincang dengan detikJatim, Senin (14/3/2022).
Misiyem mengaku sudah memiliki pelanggan tetap. Sebagian besar adalah pengelola warung yang menjajakan camilan khas ndeso tersebut. Selebihnya merupakan pembeli rumah tangga.
Diakuinya, proses pembuatan tempe benguk relatif berbeda dengan olahan serupa berbahan kedelai. Ini karena biji benguk wajib direndam selama dua hari. Tujuannya untuk melunturkan rasa pahit.
Tentu saja itu berdampak pada durasi total pengolahan yang mencapai lima hari. Soal ketersediaan bahan baku, Misiyem mengaku tak mengalami kesulitan. Selama ini dirinya mendapatkan kiriman koro benguk mentah dari pedagang asal Jawa Tengah.
"Kalau bahan baku selama ini ndak ada masalah," paparnya.
Lazimnya, tempe benguk dimasak dengan cara digoreng. Lantas disantap bersama secangkir teh atau kopi. Buat penyuka pedas bisa juga ditambahkan cabe segar saat menyantapnya. Hmmmm, dijamin nampol.
(hil/fat)