Berusia lebih dari satu abad, Gereja Kristus Tuhan (GKT) Nazareth Surabaya masih mempertahankan bentuk bangunan aslinya hingga kini. Mimbar, kursi jemaat, lantai, hingga struktur kayu tua di dalam gereja tetap terjaga, menjadikannya salah satu gereja tertua yang masih aktif digunakan di Kota Pahlawan.
Bangunan yang berdiri sejak awal abad ke-20 ini berawal dari misi Gereja Methodist Amerika Serikat untuk menjangkau komunitas Tionghoa di Surabaya. Seiring waktu, GKT menjadi pusat peribadatan lintas suku dan berstatus cagar budaya, sehingga setiap perawatan maupun perubahan dilakukan dengan perlakuan khusus.
Berawal dari Empat Suku Tionghoa
Pada masa awal, pelayanan gereja menaungi empat kelompok suku Tionghoa, di antaranya Amoy, Kanton, Hokciu, dan Hingham (Hinghwa). Pdt Hari Purwosusilo menjelaskan kelompok ini kemudian berkembang dan membentuk persekutuan gereja pada 1910.
"Awalnya Gereja Methodist Amerika membuka misi di Surabaya pada 1909. Dari situ bertemu kelompok Tionghoa yang mau dinaungi, lalu berkembang menjadi persekutuan gereja," jelasnya saat ditemui detikJatim di GKT Nazareth, Kamis (11/12/2025).
Seiring pertumbuhan jemaat, pada 18 April 1916, dilakukan pengumpulan dana besar-besaran untuk membeli sebuah bangunan bekas hotel di kawasan Jalan Bakmi, yang kini dikenal sebagai Jalan Samudera.
Bangunan tersebut dibeli dengan dukungan dari gereja-gereja Methodis dengan harga 25 ribu florin, atau setara sekitar Rp 232 juta pada masa itu. Dulu, gereja ini dikenal sangat mapan secara finansial, bahkan disebut sebagai megachurch pada zamannya.
Awalnya, gereja ini bernama Gereja Kristen Tionghoa dan menggunakan bahasa Mandarin dalam pengajaran serta ibadahnya. Namun, kebijakan pemerintah pada era 1960-an yang melarang penggunaan unsur-unsur berbau Tionghoa atau Mandarin karena dikaitkan dengan komunisme mendorong perubahan nama.
"Karena ada larangan penggunaan unsur Mandarin, akhirnya pada 1967, nama gereja diubah menjadi Gereja Kristus Tuhan. Singkatannya tetap GKT," tutur Hadi.
Perubahan ini menjadi titik penting dalam sejarah Gereja Kristus Tuhan, sekaligus menandai fase adaptasi di tengah dinamika sosial-politik Indonesia.
Bangunan Cagar Budaya yang Tetap Terjaga
Gereja Kristus Tuhan Surabaya ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya pada 2009. Berbagai elemen kuno masih terjaga hingga kini. Mulai dari mimbar asli, kursi jemaat, lantai dan atap kayu lawas, hingga pintu masuk utama, semua tidak pernah berubah.
Bahkan, gereja ini memiliki lonceng bersejarah yang nilainya mencapai setengah harga bangunan pada masanya. Tak hanya itu, GKT juga menyimpan piano bergading gajah yang didatangkan langsung dari Amerika Serikat, menjadi salah satu koleksi langka yang memperkuat nilai historis gereja.
GKT juga membangun museum mini yang berisi foto-foto lama dan dokumentasi perjalanan gereja untuk menjaga ingatan sejarah. Museum ini menarik perhatian pengunjung dari berbagai daerah, bahkan mancanegara seperti Malaysia dan Jepang, serta kota-kota lain di Indonesia.
Ke depan, pihak gereja berencana melakukan peningkatan fasilitas museum agar nilai sejarah dan budaya gereja tetap lestari dan dapat dinikmati generasi mendatang.
Simak Video "Video: Wanita-wanita Kuat Kuli Panggul Pasar Pabean Surabaya"
(hil/irb)