Hari Ibu 2025

Polda Jatim: Laki-laki Malah Jarang Dihadirkan Saat Sosialisasi KDRT

Jihan Navira - detikJatim
Senin, 22 Des 2025 16:30 WIB
Kanit II Renakta Polda Jawa Timur Kompol Ruth Yeni Damayanti. (Foto: Nimas Lintang Andaru/detikJatim)
Surabaya -

Tingginya angka kekerasan terutama Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Jawa Timur menjadi persoalan serius. Terlebih lagi jika masyarakat masih menganggap ini hanya persoalan bagi 'perempuan'.

Sepanjang Januari hingga Juni 2025, kepolisian mencatat sekitar 327 kasus KDRT dengan kekerasan fisik masih menjadi bentuk yang paling dominan. Unit Perlindungan Remaja, Perempuan, dan Anak (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur menyayangkan tingginya catatan kekerasan tersebut.

Sebanyak 282 laporan berupa kekerasan fisik, disusul kekerasan seksual sebanyak 38 kasus, sementara sisanya berupa kekerasan psikis, pemaksaan hubungan seksual, dan penelantaran.

Kanit II Renakta Polda Jawa Timur Kompol Ruth Yeni mengatakan bahwa sebagian besar perkara yang ditangani berkaitan dengan KDRT dan kekerasan seksual terjadi di lingkup terdekat korban dengan pelaku yang selalu didominasi oleh laki-laki.

Berbagai tindakan untuk menekan angka kasus KDRT dari pihak yang berwenang kerap dilakukan hingga saat ini, salah satunya sosialisasi pencegahan KDRT. Namun menurut Ruth, sosialisasi selama ini masih didominasi oleh perempuan sementara kehadiran laki-laki justru minim.

"Korban KDRT yang selama ini saya temui itu 99,999% perempuan loh, tapi malah jarang sekali hadir laki-laki di acara sosialisasi. Beberapa kali aku diundang provinsi sama kota ya, yang lebih banyak perempuan. Kecuali hotel ya, banyak perwakilan laki-laki. Itu lebih pada kekerasan seksual dan trafficking di Surabaya, jadi audiensnya dari hotel," kata Ruth.

Kali ini Ruth menyampaikan betapa ironisnya perempuan datang bukan sebagai pelaku melainkan korban yang ingin bertahan. Sementara kelompok yang seharusnya paling banyak diedukasi karena rentan menjadi pelaku, yakni para suami, justru jarang terlihat.

Ruth menyampaikan bahwa kehadiran laki-laki dibutuhkan agar pemahaman mengenai KDRT tidak timpang dan hanya pada satu pihak saja. Karena menurutnya untuk mengatasi persoalan ini dibutuhkan kesadaran terlebih dulu dari 2 belah pihak, antara istri dan suami, baru lah dapat mencari solusi sebagai tindakan.

Dia juga mengingatkan bagaimana rumah tangga yang terbentuk dari rasa cinta dan kasih sudah seharusnya dijalankan dengan landasan itu. Ia menyayangkan kepada mereka yang enggan datang ke sosialisasi, tapi juga enggan untuk mengingat kisah mereka menuju pernikahan.

"Kita pada saat mediasi seringkali membuat saya menjadi belajar gitu ya. Orang yang saling mengasihi, menikah, di dalam ikatan suci janjinya sama Tuhan. Di saat punya konflik, kasihnya itu di mana? itu yang saya tanyakan pada mereka. Di mana kasihmu yang dulu, apalagi ada anak," kata Ruth.

Kanit Renakta itu juga menegaskan kepada pasangan yang telah menikah agar tidak egois dan keras kepala dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangga. Ia meminta untuk memperhatikan kesehatan mental atau psikis anak yang ikut terganggu saat melihat orang tuanya bertengkar hingga terjadi KDRT.

"Jangan merasa dirimu hebat, bukan karena kau laki-laki yang punya duit dan bisa menghidupi. Lalu kau perempuan yang melahirkan anak sehingga bisa menguasai sepenuhnya. Bukan seperti itu, kasihan anaknya, apalagi kalau sampai cerai," tutur Ruth.

Ruth menyampaikan perlu adanya penyelarasan konsep hubungan yang sehat di dalam rumah tangga. Dimulai dengan ikut terlibat sejak tahap edukasi, laki-laki diharapkan tidak hanya memahami bahaya dan dampak KDRT, tetapi juga ikut menjadi bagian dari solusi, baik sebagai suami, ayah, maupun anggota masyarakat.



Simak Video "Video: Kronologi Aktor Korsel Lee Ji Hoon Dilaporkan Istri Atas KDRT"

(ihc/dpe)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork