5 Gereja dengan Arsitektur ala Eropa di Jawa Timur

Anastasia Trifena - detikJatim
Senin, 22 Des 2025 11:15 WIB
Gereja Katedral Ijen Malang. Foto: Muhammad Aminudin
Surabaya -

Jawa Timur, salah satu provinsi dengan deretan bangunan berarsitektur khas peninggalan Belanda yang tersebar di berbagai kota. Warisan visual ini tak hanya hadir dalam bentuk kantor pemerintahan, fasilitas publik, atau kawasan permukiman lama, tetapi juga tampak pada bangunan-bangunan rumah ibadah, termasuk gereja.

Di berbagai kota dan kabupaten Jawa Timur, berdiri banyak gereja yang masih aktif sebagai tempat beribadah umat Kristen dan Katolik. Sejumlah di antaranya memiliki arsitektur unik, bersejarah, hingga menyandang status bangunan cagar budaya. Keberadaannya memperkaya lanskap arsitektur heritage provinsi ini.

Gereja Arsitektur Eropa di Jawa Timur

Gereja-gereja berarsitektur Eropa di Jawa Timur menghadirkan nuansa klasik yang sarat sejarah dan estetika. Gaya gotik, neoklasik, hingga romanesk tampak dalam detail bangunan. Berikut sederet gereja megah dengan arsitektur Eropa di Jawa Timur.

1. Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria Surabaya

Gereja Katolik Santa Perawan Maria di Jalan Kepanjen, dikenal sebagai salah satu gereja tertua di Surabaya. Dibangun pada 1899, bangunan ini tampil mencolok dengan gaya neo-gotik yang khas, lengkap dengan jendela kaca berwarna yang menggambarkan perjalanan Kristus. Lokasinya pun strategis, tak jauh dari Tugu Pahlawan dan Kantor Gubernur Jawa Timur.

Melansir dari laman Dispusip, sebelum berdiri di Jalan Kepanjen, komunitas Katolik Surabaya awalnya beribadah di sebuah rumah pastoran di Roomsche Kerkstraat (kini Jalan Cendrawasih) sejak awal 1800-an.

Gereja pertama di kawasan itu berdiri pada 1822. Seiring bertambahnya umat, gereja baru kemudian dibangun di Kepanjen pada 1900, dengan arsitek Westmaas dan Muljono Widjosastro. Bentuk bangunannya unik karena menyerupai salib jika dilihat dari atas.

Gereja ini diresmikan dan diberkati pada 5 Agustus 1900, dengan nama "Kelahiran Santa Perawan Maria". Meski sempat mengalami kebakaran pada masa awal kemerdekaan, bangunan ini direstorasi tanpa mengubah bentuk aslinya, sehingga tetap menjadi salah satu ikon arsitektur Katolik bersejarah di Surabaya.

2. Gereja Santa Maria Puhsarang Kediri

Mengutip laman resmi Pemprov Jatim, kompleks Gereja Katolik Santa Maria Puhsarang di Kediri dibangun pada 1936-1937 sebagai pos misi yang digagas Pastor H Wolters CM dari Kongregasi Lazaristen.

Sejak awal dirancang sebagai pusat persebaran ajaran Katolik di wilayah tersebut, kini Puhsarang menjadi bagian dari Paroki Kota Kediri dalam Keuskupan Surabaya. Bangunan ikonik ini dirancang arsitek Henricus Maclaine Pont, sosok berpengaruh dalam perkembangan arsitektur kolonial awal abad ke-20.

Meski karyanya tidak banyak, Gereja Puhsarang dianggap sebagai mahakarya masa Hindia Belanda karena pendekatannya yang menggabungkan teknologi modern dengan budaya lokal.

KeunikanPuhsarang terletak pada perpaduan unsur arsitektur Jawa, BatakKaro, serta sentuhan Hindu-Buddha yang disatukan dengan tata ruang gereja Katolik Eropa. Penggunaan material setempat semakin menegaskanidentitasnya. Kombinasi inilah yang membuat kompleksPuhsarang dikenal sebagai salah satu contoh paling menarik dari harmonisasi arsitektur lokal dan Barat.

Kompleks Gereja Katolik Santa Maria Puhsarang di Kabupaten Kediri Foto: Andhika Dwi/ detikjatim

3. Gereja Merah (GPIB Immanuel) Probolinggo

Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Jemaat "Immanuel" Probolinggo yang populer dengan sebutan Gereja Merah, berada di Jalan Suroso No 32, pusat Kota Probolinggo.

Bangunannya berbentuk persegi panjang dan menghadap ke arah timur menuju kawasan Heerenstraat atau sekarang dikenal sebagai Jalan Suroyo. Ciri paling mencolok dari gereja ini tentu saja warna merah pada seluruh fasadnya dan lapisan cat besi yang berfungsi melindungi struktur dari karat.

Info dari berbagai sumber mengatakan gereja ini dibangun pada 1862 untuk melayani jemaat Protestan, terutama para pekerja Belanda yang tinggal dan bekerja di perkebunan tebu Probolinggo, Pasuruan, dan sekitarnya.

Penanda tahun pendirian masih tertera jelas melalui tulisan "Gebouwd anno 1862". Pada 2024, bangunan bersejarah ini resmi ditetapkan sebagai Cagar Budaya tingkat provinsi.

Jemaat Gereja Merah Kota Probolinggo menunaikan ibadah Natal. Durasi doa pujian dan khotbah dipangkas sehingga lebih singkat. Foto: M Rofiq/detikcom

4. Gereja Katedral Ijen (Santa Theresia) Malang

Gereja Katedral Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel merupakan pusat keuskupan Katolik di Malang. Warga lebih mengenalnya sebagai Gereja Ijen karena bangunannya berada tak jauh dari kawasan boulevard Jalan Ijen yang ikonik. Berada di Jalan Guntur No. 2 gereja ini kerap menjadi sorotan berkat tampilannya yang bergaya Eropa.

Merangkum dari beberapa sumber, kehadiran katedral ini menandai fase baru perkembangan gereja Katolik di Malang. Setelah Gereja Kayutangan berdiri pada 1905 dan gereja di Jalan Semeru dibangun pada 1929, kebutuhan umat yang terus meningkat membuat pembangunan gereja ketiga tak terhindarkan.

Proyek ini dikerjakan arsitek Rijksen en Estourgie dan dimulai pada 11 Februari 1934. Hanya delapan bulan kemudian, pada 28 Oktober 1934, bangunannya sudah rampung. Nama resminya berubah menjadi katedral pada 1961, bersamaan dengan terbentuknya Keuskupan Malang. Pemugaran besar dilakukan pada 2002.

Secara visual, Gereja Ijen menampilkan karakter Neo-Gothik yang kuat, menara menjulang, lengkungan tajam, serta interior tinggi yang memberi kesan megah. Struktur berbahan baja membuatnya tampak kukuh, sementara denah berbentuk salib mengikuti tradisi katedral klasik.

Orientasi bangunannya diposisikan timur-barat untuk meredam panas matahari. Perpaduan proporsi yang elegan dan detail khas Eropa menjadikan katedral ini salah satu bangunan bersejarah yang paling mudah dikenali di Kota Malang.

5. Gereja Kayutangan (Hati Kudus) Malang

Gereja Paroki Hati Kudus Yesus Malang berdiri sebagai paroki mandiri pada 4 Juni 1897, setelah sebelumnya berada di bawah Paroki Kepanjen Surabaya. Berdasarkan laman resmi Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus, gereja bergaya Neo-Gothik tertua di Malang ini memiliki ukuran bangunan yang cukup besar pada masanya.

Panjangnya mencapai 41 meter, lebar 11,4 meter, dan tinggi ruang utama 15,2 meter. Pembangunannya dimulai pada 11 Mei 1905, dengan peletakan batu pertama oleh Pater G D A Jonckbloet, SJ, dan selesai dalam waktu tujuh bulan.

Proyek gereja menelan biaya 30.972 gulden dan melibatkan sejumlah tokoh, mulai dari Ir Marius J Hulsuit sebagai arsitek hingga para pemborong C Vis, Van't Pad, dan Bourguignon. Menara kembar setinggi 33 meter baru ditambahkan pada 1930 oleh Ir Albert Grunberg dan diberkati oleh Mgr Clemens van der Pas.

Gereja ini juga memiliki dua lonceng tua buatan Petit en Fritsen, perusahaan peleburan logam ternama di Belanda. Pada 1967, sebuah kecelakaan pesawat sempat merusak salib di salah satu menara sebelum akhirnya diperbaiki kembali.

Pada 1923, misi Jesuit di Jawa Timur diserahkan kepada Ordo Karmel (O.Carm), yang kemudian mengirim tiga imam dari Belanda untuk melayani umat di Malang. Sejak saat itu, Gereja Hati Kudus Yesus berada di bawah pengelolaan para imam Karmelit, dan hingga kini menjadi salah satu pusat kegiatan Katolik penting di Keuskupan Malang.



Simak Video "Video: Ungkapan Hati Shaloom Razade untuk Wulan Guritno di Hari Ibu"

(hil/irb)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork