Walhi Ingatkan Dampak Lingkungan Pabrik Bioetanol Rp 22,8 T di Bojonegoro

Walhi Ingatkan Dampak Lingkungan Pabrik Bioetanol Rp 22,8 T di Bojonegoro

Ainur Rofiq - detikJatim
Rabu, 17 Des 2025 13:45 WIB
Walhi Ingatkan Dampak Lingkungan Pabrik Bioetanol Rp 22,8 T di Bojonegoro
Ilustrasi pabrik bioetanol di Bojonegoro/Foto: Istimewa
Bojonegoro -

Rencana pembangunan pabrik bioetanol yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) di Kabupaten Bojonegoro menuai sorotan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur (Jatim).

Direktur Walhi Jawa Timur Pradikta Indra mengungkapkan, lebih dari 50 persen penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa, termasuk Jatim. Kondisi tersebut, menurut Indra, membuat Pulau Jawa memiliki tekanan lingkungan yang berat, sehingga setiap rencana pembangunan skala besar harus dikaji serius dan mendalam.

"Rencana pembangunan bioetanol sebagai PSN harus benar-benar diperhatikan, terutama dampaknya terhadap lingkungan hidup, khususnya di Bojonegoro," ujar Indra.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perihal rencana pengkavlingan sekitar 130 hektare kawasan hutan, Indra menegaskan kawasan hutan tetap memiliki fungsi ekologis penting, seperti daerah tangkapan air (catchment area), habitat satwa, serta ruang hidup dan sumber ekonomi masyarakat sekitar.

"Alih fungsi kawasan hutan, meskipun itu hutan produksi, tetap harus dilihat secara serius. Hilangnya fungsi hutan akan meningkatkan kerentanan ruang dan berpotensi memicu bencana," tegas Indra.

ADVERTISEMENT

Indra menyoroti pola pembangunan PSN yang selama ini dinilai kerap mengabaikan aturan dan kajian lingkungan. Salah satu yang disorot adalah potensi diabaikannya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), padahal dokumen tersebut sangat penting untuk mengetahui daya dukung dan daya tampung suatu wilayah terhadap rencana pembangunan.

"Di banyak tempat, PSN menjadi persoalan karena cenderung menerobos aturan. Amdal seringkali diabaikan, padahal itu syarat wajib untuk melihat potensi bencana dan dampak lingkungan," jelas indra.

Menurutnya, pengembangan bioetanol yang melibatkan komoditas seperti jagung, singkong, dan tebu juga akan mengubah fungsi kawasan secara signifikan. Sebab, lanjut Indra, tanaman-tanaman tersebut dinilai tidak memiliki kemampuan serapan air sekuat pohon hutan, sehingga berpotensi meningkatkan risiko banjir dan memperparah kekeringan.

"Bojonegoro sendiri merupakan wilayah yang rawan kekeringan. Jangan sampai hilangnya kawasan hutan justru memperparah kondisi tersebut dan menambah wilayah rawan bencana," ungkap ketua Walhi Jatim.

Walhi Jatim mengingatkan agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro belajar dari berbagai bencana ekologis yang terjadi di daerah lain, seperti yang baru terjadi di Sumatera dan Aceh, yang salah satunya dipicu rusaknya fungsi hutan.

Indra menegaskan hutan tidak bisa dipandang semata sebagai hamparan tanah bernilai ekonomi, melainkan memiliki nilai ekologis dan sosial yang jauh lebih besar.

"Kalau negara hanya melihat hutan sebagai lahan yang bisa ditebang dan dialihfungsikan, itu sama saja dengan merencanakan bencana di masa depan. Biaya penanganan bencana dan risiko keselamatan warga akan jauh lebih besar," pungkas Indra.




(irb/hil)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads