Sekolah Kebangsaan Tempo Dulu di Jawa Timur

Sekolah Kebangsaan Tempo Dulu di Jawa Timur

Fadya Majida Az-Zahra - detikJatim
Minggu, 14 Des 2025 11:30 WIB
Sekolah Kebangsaan Tempo Dulu di Jawa Timur
Ilustrasi Sekolah Lama. Foto: Tropenmuseum
Surabaya -

Di tanah Jawa Timur, tempat lahirnya banyak gerakan kebangsaan dan pusat pergulatan intelektual pada masa kolonial, sekolah bukan sekadar ruang belajar. Sekolah adalah medan perjuangan. Di balik dinding-dinding sekolah tempo dulu, ide tentang kemerdekaan, persamaan, dan harga diri bangsa mulai bersemi.

Istilah "Sekolah Kebangsaan" di masa itu bukan hanya menunjuk lembaga pendidikan, melainkan simbol perlawanan terhadap sistem kolonial yang membeda-bedakan manusia berdasarkan warna kulit dan status sosial.

Ada sekolah yang lahir dari kebijakan pemerintah Hindia Belanda, dan ada pula yang tumbuh dari semangat tokoh pergerakan sekolah-sekolah yang mengajarkan bukan hanya baca-tulis, tetapi cinta tanah air.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekolah untuk Anak Eropa dan Elit Pribumi

Sekolah-sekolah ini awalnya didirikan Belanda dengan stratifikasi yang ketat, namun justru menjadi tempat bertemunya para calon pemimpin pergerakan nasional, termasuk banyak tokoh dari Jawa Timur.

1. Hollandsch Inlandsche School (HIS)

Hollandsch Inlandsche School atau HIS merupakan sekolah dasar tujuh tahun yang ditujukan bagi anak-anak pribumi dari kalangan priyayi atau keluarga terpandang. Sekolah ini didirikan pemerintah kolonial Belanda di berbagai kota besar Jawa Timur, seperti Surabaya, Kediri, Madiun, dan Mojokerto.

ADVERTISEMENT

Bahasa pengantar yang digunakan adalah Belanda, meniru kurikulum sekolah Eropa, namun dengan seleksi sosial yang ketat. Bekas bangunan HIS kini banyak bertransformasi menjadi sekolah dasar negeri.

Seperti SDN Ketabang I Surabaya di Jalan Kusuma Bangsa dan SDN Kranggan I Mojokerto di Jalan Majapahit. Meski telah direnovasi, bangunan-bangunan ini tetap menjadi saksi awal perjuangan pendidikan pribumi menuju kesetaraan intelektual.

Ilustrasi Sekolah LamaHollandsch Inlandsche School (HIS)Foto: Tropenmuseum

2. Europeesche Lagere School (ELS)

Ilustrasi Sekolah LamaEuropeesche Lagere School (ELS) Foto: Tropenmuseum

Europeesche Lagere School atau ELS awalnya didirikan untuk anak-anak Eropa yang tinggal di Hindia Belanda. Namun, seiring berlakunya Politik Etis, anak-anak pribumi dari keluarga bangsawan mulai diperbolehkan bersekolah di sini.

Salah satu murid pribumi yang menempuh pendidikan di ELS adalah Ir Soekarno, yang belajar di ELS Mojokerto. Kini, ELS Mojokerto menjadi SMP Negeri 2 Mojokerto di Jalan Sultan Agung Nomor 2.

Sekolah-sekolah serupa juga terdapat di kawasan Eropa lama Surabaya, seperti Kepanjen dan Kembang Jepun. ELS menjadi wadah penting bagi perjumpaan antara nilai-nilai Barat dan kesadaran kebangsaan yang mulai tumbuh di kalangan muda terdidik Indonesia.

3. Hoogere Burger School (HBS) Surabaya

Sebagai salah satu sekolah menengah paling bergengsi pada masa kolonial, HBS Surabaya menjadi simbol pendidikan modern yang diperuntukkan bagi golongan Eropa dan elite pribumi.

Terletak di Jl Wijaya Kusuma No 48, sekolah ini kini dikenal sebagai SMA Negeri 1 Surabaya dan masih beroperasi hingga hari ini. Di sinilah Ir Soekarno melanjutkan pendidikannya setelah menamatkan di ELS Mojokerto, sekaligus tinggal di rumah tokoh pergerakan nasional H.O.S. Tjokroaminoto di Peneleh.

Dalam ruang-ruang kelas HBS inilah, bibit nasionalisme dan kesadaran politik Soekarno mulai tumbuh. HBS tidak hanya melahirkan intelektual terpelajar, tetapi juga generasi muda yang kritis terhadap sistem kolonial yang menindas.

Ilustrasi Sekolah LamaFoto: Tropenmuseum

4. Opleidingschool voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) Madiun

Sekolah ini berperan penting dalam mencetak calon pegawai negeri dari kalangan pribumi. Terletak di kawasan Jl Cokroaminoto, Madiun, OSVIA atau Opleidingsschool voor Inlandsche Ambtenaren didirikan untuk mendidik calon birokrat yang akan bekerja dalam administrasi pemerintahan kolonial.

Ironisnya, meskipun bertujuan melayani sistem kolonial, banyak alumninya justru tumbuh menjadi tokoh nasional yang memiliki kesadaran politik tinggi. Mereka memahami struktur kekuasaan dari dalam dan kemudian menggunakan ilmunya untuk memperjuangkan kemandirian bangsa.

Kini, kawasan bekas OSVIA digunakan untuk kantor pemerintahan daerah dan sekolah kejuruan, namun jejak sejarahnya masih diingat oleh masyarakat Madiun sebagai pusat pendidikan pegawai pribumi pertama.

Ilustrasi Sekolah LamaIlustrasi Opleidingschool voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) Foto: Tropenmuseum

Sekolah Pribumi

Sekolah-sekolah ini didirikan tokoh pergerakan nasional atau organisasi pribumi, dengan tujuan menanamkan semangat nasionalisme dan memberikan pendidikan yang lebih merata kepada rakyat yang terabaikan sistem kolonial.

1. Taman Siswa

Didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tahun 1922, Taman Siswa menjadi simbol perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial yang elitis dan diskriminatif. Di Jawa Timur, cabang-cabang Taman Siswa berdiri di berbagai kota seperti Surabaya, Malang, Kediri, dan Blitar.

Salah satu cabang tertua adalah Taman Siswa Surabaya di Jl Taman Siswa No 3, Ketabang, yang hingga kini masih beroperasi. Taman Siswa menanamkan semangat kebangsaan, pendidikan berbasis kebudayaan nasional, dan prinsip "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani". Sekolah ini menjadi tempat lahirnya generasi pelajar yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berjiwa merdeka.

Ilustrasi Sekolah LamaFoto: Tropenmuseum

2. Sekolah Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU)

Selain Taman Siswa, lembaga pendidikan Islam juga berperan besar dalam menggerakkan kesadaran kebangsaan di Jawa Timur. Organisasi Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah modern seperti Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Surabaya di Jalan Kapasan pada tahun 1923.

Sementara itu, Nahdlatul Ulama (NU) melalui Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang yang didirikan KH Hasyim Asy'ari pada tahun 1899, mengembangkan sistem pendidikan yang menyeimbangkan ilmu agama dan umum.

Kedua lembaga ini menjadi benteng moral dan intelektual yang melahirkan tokoh-tokoh bangsa, serta membangun kesadaran spiritual sekaligus nasionalisme di kalangan rakyat.

Sekolah MuhammadiyahMurid sekolah Muhammadiyah Foto: Website Resmi Muhammadiyah

3. Sekolah Rakyat (SR)

Sekolah Rakyat atau SR merupakan bentuk pendidikan dasar untuk masyarakat umum pribumi, biasanya berdurasi tiga hingga lima tahun. Di Jawa Timur, salah satu jejaknya adalah Sekolah Rakyat Sidayu di Gresik, yang kini menjadi SDN Sidayu I Gresik.

Sekolah ini menjadi tonggak penting pendidikan massal, meskipun kurikulumnya sederhana, hanya membaca, menulis, dan berhitung. Namun, dari sinilah lahir kesadaran baru tentang pentingnya ilmu pengetahuan di kalangan rakyat kecil. SR menjadi jembatan antara pendidikan tradisional dan pendidikan nasional yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat.

4. Gedung SDN Alun-Alun Contong (SDN Sulung), Surabaya

Salah satu lokasi bersejarah dalam dunia pendidikan pribumi adalah SDN Alun-alun Contong (Sulung) di Jl KH Mas Mansyur No 18, Surabaya. Di tempat inilah Soekemi Sosrodihardjo, ayah dari Ir Soekarno, pernah mengajar sebagai guru sekolah dasar pada tahun 1901.

Meskipun didirikan di bawah sistem kolonial, sekolah ini menjadi ruang pembentukan pendidikan awal tokoh-tokoh nasional. Hingga kini, SDN Sulung masih beroperasi dan dikenal sebagai salah satu sekolah dasar tertua di Surabaya, menyimpan jejak penting perjalanan pendidikan dari masa kolonial hingga kemerdekaan.

Artikel ini ditulis Fadya Majida Az-Zahra, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.




(ihc/irb)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads