Mahasiswa asal Aceh yang kini menempuh pendidikan di Surabaya mengaku tidak dapat pulang untuk melihat kondisi keluarganya secara langsung. Bencana yang melanda daerahnya menyebabkan akses wilayah terganggu, termasuk jalur transportasi dan komunikasi.
Ia menjelaskan, gangguan jaringan membuat informasi mengenai kondisi keluarganya sering terlambat. Pesan yang dikirimkan orang tua membutuhkan waktu hingga lima jam untuk masuk ke ponselnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang internet udah mulai pulih. Kalau di tempat kami starlink gratis, tapi ya jaringan berebut karena banyak orang akses. Kalau yang berbayar di tempat kami itu Wi-Fi pribadi, mereka menyewakan per jam," jelas mahasiswa Unesa asal Aceh, Fakhri, Jumat (12/12/2025).
Meski merindukan keluarga dan khawatir akan keadaan mereka, ia menyadari bahwa kepulangannya saat ini belum memungkinkan.
Ia menuturkan, sebagian wilayah di kampungnya mengalami kerusakan infrastruktur, termasuk kantor tempat ayahnya bekerja dan sekolah tempat ibunya mengajar yang masih dalam tahap renovasi.
Selain hambatan perjalanan karena jalur darat tidak bisa diakses, biaya kebutuhan pokok di daerahnya juga meningkat drastis sehingga membuat kondisi keluarga makin tertekan.
Dalam situasi seperti ini, Fakhri memilih tetap di Surabaya sembari terus berusaha mengikuti perkembangan kabar dari keluarga dengan segala keterbatasan jaringan.
"Takutnya kalau pulang, beras makin banyak habis di sana. Sedangkan harga makanan semakin mahal, jadi saya memilih untuk tidak pulang," pungkas Fakhri.
(irb/hil)











































