Keputusan Bupati Aceh Selatan Mirwan MS umrah di tengah bencana banjir bandang yang menewaskan ratusan warganya menjadi perhatian warganet di media sosial. Apalagi, Gubernur Aceh telah menetapkan status darurat bencana hidrometeorologi 2025 dan telah menolak permohonan cuti umrah Sang Bupati.
Meski ditolak Gubernur, Mirwan beserta istri tetap menjalankan umrah ke Tanah Suci dengan alasan situasi dan kondisi wilayah Aceh Selatan dirasa sudah stabil. Terutama karena menurutnya debit air di permukiman warga di wilayah Bakongan Raya dam Trumon Raya sudah mulai surut.
Menanggapi apa yang dilakukan Mirwan MS, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim M Hasan Ubaidillah menyoroti fenomena ini sebagai kelalaian seorang pemimpin.
"Kita juga tidak pernah paham, apa argumentasi seorang pemimpin melakukan ibadah umrah itu. Tapi yang jelas, tidak sepatutnya, tidak selayaknya seorang pemimpin itu mengutamakan kepentingan dirinya termasuk ibadah di saat masyarakatnya mengalami berbagai macam musibah," kata Hasan saat dihubungi detikJatim, Senin (8/12/2025).
Dalam konteks yang mengedepankan kepentingan dan aspek sosial, Hasan menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan Bupati Aceh itu hukumnya harap. Berprinsip pada masyolihul ammah, seharusnya pemimpin mengedepankan kepentingan umum, bukan pribadi.
"Sebagai seorang pemimpin, sebenarnya dia itu tidak boleh. Kalau tidak boleh berarti haram itu. Dia meninggalkan rakyatnya dalam kondisi menderita, meninggalkan rakyatnya dalam situasi yang menderita, terkena bencana, maka walaupun itu ibadah, tapi waktunya tidak pas dan waktunya tidak patut," tegas Hasan.
"Dia menyatakan bahwa korbannya sebenarnya lebih banyak daripada itu. Itu yang disampaikan oleh salah seorang Kapolres tersebut, berdasarkan informasi dari keluarganya yang di sana," jelasnya.
Hasan menilai, seharusnya keselamatan rakyat menjadi prioritas dan prinsip seorang pemimpin. Meski yang dilakukan merupakan salah satu bentuk ibadah yang boleh dilakukan sang bupati sebagai seorang muslim.
"Bukan berarti kemudian ini salah, tidak. Tapi bisa dilakukan di waktu yang lain," kata Hasan.
Hasan menilai keputusan Bupati Aceh tetap berangkat umrah ketika rakyatnya dilanda bencana ini mencerminkan kelalaian dalam menjalankan tanggung jawab sebagai seorang pemimpin.
"Tapi ada hal mendesak (yang) saat ini merupakan tanggung jawab dia. Itu merupakan kewajiban dia sebagai seorang pemimpin dan harus dilaksanakan. Dia harus hadir untuk masyarakat yang terkena dampak bencana," kata Hasan.
Apalagi, kata Hasan, ibadah umrah adalah ibadah individu yang sifatnya sunnah dan bisa dilakukan sewaktu-waktu di lain kesempatan. Sedangkan ibadah sosial adalah peka terhadap lingkungan, apalagi terhadap korban yang kelaparan karena bencana.
Hasan mewakili Majelis Ulama Indonesia memberikan seruan moral agar pemerintah dan masyarakat berkolaborasi menjaga lingkungan dari kepentingan segelintir orang untuk pemenuhan hasrat pribadi dengan mengeksploitasi alam. Di sisi yang lain, ia menegaskan bahwa harus ada penegakan secara hukum.
"Kalau itu memang melanggar, tindak dengan tegas! Hukum dengan seadil-adilnya! Karena apa? Kepentingan seseorang, kerakusan seseorang, itu menyebabkan korban yang jumlahnya luar biasa," jelas Hasan.
Sebelumnya, bupati Aceh Selatan yang umrah di tengah bencana ini telah mendapatkan respons langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Prabowo meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk memproses Bupati Aceh Selatan Mirwan MS.
"Kalau yang mau lari, lari aja nggak apa-apa, dicopot Mendagri bisa ya. Diproses. Itu kalau tentara namanya desersi itu dalam keadaan bahaya meninggalkan anak buah. Aduh itu tidak bisa tuh, sorry tuh, saya nggak mau tanya partai mana," kata Prabowo, Minggu (7/12), dilansir dari detikSumbagsel.
Simak Video "Video Bupati Aceh Selatan Umrah saat Bencana, Puan: Harusnya Punya Empati"
(dpe/hil)