Sungai Brantas, Sungai Terpanjang Kedua Setelah Bengawan Solo

Sungai Brantas, Sungai Terpanjang Kedua Setelah Bengawan Solo

Muhammad Faishal Haq - detikJatim
Minggu, 07 Des 2025 21:00 WIB
Sungai Brantas, Sungai Terpanjang Kedua Setelah Bengawan Solo
Jembatan Apung di Sungai Brantas Foto: Suparno
Batu -

Sungai Brantas kerap digambarkan sebagai urat nadi Jawa Timur. Alirannya memanjang dari kaki pegunungan hingga bermuara ke laut, membawa kehidupan sekaligus cerita panjang peradaban. Di sepanjang bantaran Brantas, sejarah kerajaan besar, sawah-sawah subur, bendungan pengatur air, hingga kota-kota modern tumbuh dan berkembang.

Namun, di balik gemericik air dan riak yang menenangkan, Brantas juga menyimpan sejumlah persoalan klasik-pendangkalan, pencemaran, hingga banjir yang kerap menguji kesiapan masyarakat yang hidup di sekitarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Garis Besar Sungai Brantas

Sungai Brantas berhulu di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Dari titik mata air ini, Brantas mengalir sejauh 320 kilometer sebelum akhirnya bercabang menjadi Kali Porong, Kali Mas, dan bermuara di Selat Madura. Aliran panjang tersebut menjadikan Brantas sebagai sungai strategis bagi berbagai wilayah di Jawa Timur.

ADVERTISEMENT
Lahan pertanian milik warga rusak di Sumber Brantas, Kota BatuLahan pertanian di Sumber Brantas, Kota Batu Foto: Dok. Istimewa

Daerah aliran sungai (DAS) Brantas mencakup belasan kabupaten/kota, menjadikannya tulang punggung bagi irigasi, air baku, dan pembangkit listrik bagi jutaan warga. Dengan luas sekitar 12.070 kmΒ², DAS Brantas merupakan salah satu yang terbesar di Pulau Jawa. Angka ini menegaskan betapa besarnya ketergantungan wilayah terhadap kondisi ekologis Brantas.

Jejak Sejarah di Sepanjang Aliran Brantas

Sejarah panjang peradaban di Jawa Timur tidak dapat dilepaskan dari Sungai Brantas. Kerajaan Kanjuruhan-salah satu kerajaan agraris tertua di wilayah ini-telah berdiri di kawasan hulu DAS Brantas sejak abad ke-8. Bukti eksistensinya terlihat dari keberadaan Candi Badut dan Prasasti Dinoyo yang bertahun 760 M.

Candi BadutCandi Badut Foto: Ahmad Masaul Khoiri/detikcom

Letak Kanjuruhan di hulu DAS Brantas bukan tanpa alasan. Wilayah ini kaya air dan sangat mendukung sistem pertanian sawah beririgasi, sehingga menjadi pusat kekuasaan dan pemukiman pada masanya. Sungai Brantas dan anak-anak sungainya berperan penting menyediakan sumber air yang stabil untuk kegiatan agraris.

Salah satu bukti paling kuat mengenai sistem irigasi di masa lampau adalah Prasasti Harinjing. Prasasti ini ditemukan di Kecamatan Kepung dan terdiri dari tiga bagian, dengan usia tertua tahun 804 M dan termuda tahun 927 M. Dalam prasasti tersebut disebutkan pembangunan sistem irigasi yang sangat maju untuk zamannya, termasuk saluran air dan bendungan-disebut dawuhan-di anak Sungai Konto, yakni Sungai Harinjing. Prasasti ini menunjukkan bagaimana masyarakat Mataram Kuno di Jawa Timur telah mengatur pengelolaan air dengan teknologi dan tata kelola yang terencana.

Kondisi Sungai Brantas Saat Ini

Meski memiliki sejarah gemilang, kondisi Sungai Brantas kini menghadapi tantangan serius. Masalah utamanya sudah lama dikenal: fluktuasi debit air ekstrem antara musim kemarau dan musim penghujan, sedimentasi tinggi akibat material vulkanik dari letusan Gunung Kelud, hingga tekanan pencemaran yang bersumber dari limbah industri, rumah tangga, dan sampah plastik.

Tim Taifib Bantu Pencarian Korban Minibus Tercebur Sungai BrantasSungai Brantas Foto: Adhar Muttaqin

Dampaknya nyata-produktivitas pertanian rawan turun pada musim kering karena keterbatasan air, sedangkan kawasan hilir seperti Kediri, Jombang, hingga Surabaya kerap menghadapi ancaman banjir saat curah hujan tinggi. Pendangkalan sungai menyebabkan kapasitas tampung menurun, sementara pencemaran mengancam ekosistem air dan kesehatan masyarakat.

Untuk menanggapi persoalan tersebut, pemerintah mulai melakukan berbagai langkah pemulihan. Dilansir dari laman resmi Kementerian Lingkungan Hidup, pemulihan dilakukan secara menyeluruh dari hulu ke hilir. Pendekatan ini dinilai penting agar fungsi ekologis dan layanan air dapat kembali pulih. Upaya konkret meliputi penghijauan kawasan hulu, pemantauan kualitas air secara berkala, normalisasi sungai, serta koordinasi intensif antara Perum Jasa Tirta dengan pemerintah daerah.

Seni, Komunitas, dan Kesadaran Masyarakat

Selain upaya teknis, berbagai pihak juga mencoba menghidupkan kembali hubungan masyarakat dengan sungai melalui pendekatan budaya. Dilansir dari laman resmi Pemkot Kediri, Festival Seni Bantaran Brantas menjadi salah satu ruang yang menggabungkan nostalgia, kritik sosial, sekaligus edukasi publik. Melalui musik, tari, lukisan, dan puisi, masyarakat diajak kembali mengenali pentingnya Brantas sebagai sumber kehidupan sekaligus memahami persoalan yang kini melingkupinya.

Nyadran Kali Brantas di Kampung Warna Warni Jodipan Rangkaian Festival Kali Brantas #2Rangkaian Festival Kali Brantas Foto: Website Pemerintah Kota Malang

Kegiatan seni dan komunitas semacam ini dinilai penting karena perubahan kebijakan tidak akan berjalan optimal tanpa partisipasi aktif masyarakat. Kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga sungai menjadi faktor penentu keberhasilan pemulihan jangka panjang.

Terlepas dari berbagai tantangan seperti pendangkalan, polusi, dan ancaman banjir, Sungai Brantas tetap memiliki potensi besar untuk pulih. Kunci keberhasilan pemulihan ini terletak pada kolaborasi lintas sektor yang berkesinambungan-pemerintah, komunitas lokal, akademisi, pelaku industri, dan masyarakat umum.

Restorasi ekologis dari hulu hingga hilir, implementasi teknologi pemantauan air, kebijakan terpadu, serta kampanye publik perlu berjalan berdampingan. Dengan dukungan masyarakat yang lebih peduli dan terlibat, besar harapan Brantas dapat kembali menjadi nadi kehidupan Jawa Timur, sebagaimana ribuan tahun yang lalu.

Artikel ini ditulis Muhammad Faishal Haq, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.




(ihc/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads