Ketertarikan Adhicipta Raharja Wirawan pada dunia permainan ternyata sudah tertanam sejak kecil. Game console dan desktop era 90-an menjadi ruang belajarnya sebelum ia mengenal bangku kuliah. Dari situlah ia memahami bahwa permainan bisa menjadi medium penyampai ilmu yang efektif.
"Sejak itu saya berpikir bagaimana anak-anak belajar sambil bermain," kata Adhi, Kamis (4/12/2025).
Karier Adhi sebagai dosen akuntansi di Universitas Surabaya dimulai pada 2003. Hampir dua dekade ia berkutat dengan angka dan laporan keuangan, namun ada bagian masa kecilnya yang kembali memanggil.
Dari rutinitas akademik yang kaku, ia menemukan kembali kenyamanan dalam dunia game. "Rasanya seperti pulang," bebernya.
Kesadaran itu mengantarkan Adhi banting setir. Ia kemudian mengajar mata kuliah Game Design di International Program Digital Media (IPDM), Universitas Kristen Petra.
Peralihan itu bukan sekadar hobi. Adhi menggabungkan pengalamannya sebagai dosen dan pengembang game edukasi hingga akhirnya mendirikan sebuah laboratorium riset berbasis game based learning bernama APEGAMELAB.
"Saat bekerja sebagai dosen, saya juga memiliki kesibukan sebagai pengembang game edukasi. Sampai lahirlah laboratorium riset berbasis game based learning, bernama APEGAMELAB," terangnya.
APEGAMELAB digawangi empat tokoh, yakni Adhicipta Raharja Wirawan (Creative Director), Purnomo Lie (Game Designer), Muhammad Charish Sodiq (Illustrator- Instructor), dan Frisky Diyar (Graphic Designer-Instructor). Mereka membawa misi sederhana yakni bikin pembelajaran terasa menyenangkan, bukan memaksa.
Awalnya mereka membuat game digital, mengikuti arus yang melaju. Tetapi sekolah-sekolah yang kerap dikunjungi memberi kenyataan terbalik. Tidak semua punya komputer, tidak semua punya internet, tidak semua punya ruang untuk menyambut teknologi tinggi. Keterbatasan itu turut memperjelas arah langkah APEGAMELAB sebenarnya.
Tibalah pada tahun 2015, mereka menemukan ide board game dengan medium yang murah, dekat, dan sampai. Solusi lebih ramah untuk dimainkan di kawasan 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
"Karena mau bikin inovasi secanggih mungkin tapi anak-anaknya nggak bisa main, buat apa?" tutur Adhi.
Menurut Adhi, board game edukasi harus seru dan menghibur. Banyak board game edukasi yang masih terlalu kaku sehingga tidak menciptakan kegembiraan, padahal itu elemen terpenting.
"Anak-anak harus happy dulu. Baru mereka belajar," lanjutnya.
Beberapa proyek permainan edukatif telah digarap APEGAMELAB, termasuk permainan mengenai pengelolaan limbah popok sekali pakai di Jawa Timur bekerja sama dengan FKM Unair.
Karya APEGAMELAB kemudian menarik perhatian Wahana Visi Indonesia (WVI). Mereka kini bersiap memperluas dampak permainan edukasi ini dari Surabaya hingga Halmahera Utara.
"Tentu APEGAMELAB akan melanjutkan kolaborasi dengan WVI untuk mengembangkan proyek board game serupa di daerah lain. Disesuaikan dengan isu lokal serta lebih inklusif agar anak-anak dengan keterbatasan bisa terlibat," pungkasnya.
Simak Video "Video: Serunya Main Board Game di Loading Cafe, Bikin Lupa Handphone"
(auh/dpe)