Fenomena manusia gua penghuni Gua Anggas Wesi jauh di pedalaman hutan wilayah Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Jombang, Pegunungan Anjasmoro, ternyata meresahkan warga sekitar. Selain menyebabkan gua menjadi kumuh, orang-orang ini juga tak begitu jelas asal-usulnya.
Keresahan salah satunya dilontarkan pasangan suami istri Sakri (76) dan Poniyem (50), penduduk Hutan Watuseno, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jabung, KPH Jombang. Secara administrasi, rumah pasangan ini masuk Desa Sumberjo, Kecamatan Wonosalam, Jombang.
Rumah Sakri dan Poniyem paling dekat dengan Gua Anggas Wesi. Apabila ditempuh dengan sepeda motor, butuh waktu sekitar 35 menit untuk sampai ke gua. Selain harus melalui jalan setapak berliku di dalam hutan jati yang lebat, jalurnya juga cukup curam dan licin. Dilanjutkan jalan kaki menuruni medan yang sangat curam sekitar 50 meter dari parkiran sepeda motor.
Gua Anggas Wesi terletak di Desa Sumberjo. Tepatnya di petak 37F, Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sumberjo, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jabung, KPH Jombang. Luasnya 0,1 ha, digolongkan kelas hutan kawasan penggunaan khusus (KPKh).
Sakri menuturkan, keberadaan manusia gua, yaitu Sudarmaji alias Mbah Darmaji membuat Gua Anggas Wesi kumuh. Sudarmaji sudah puluhan tahun menghuni gua ini. Menurutnya, pihak Perhutani pernah menegur, bahkan merelokasi Sudarmaji dari gua. Namun, permintaan itu hingga kini tak diindahkan.
"Oleh mandor, mantri Perhutani (Sudarmaji) sudah dilarang di situ, karena lokasinya kotor dan bau, sehingga tamu menjadi berkurang," kata Sakri kepada detikJatim di rumahnya, Jumat (7/11/2025).
Gua Anggas Wesi, lanjut Sakri, menjadi destinasi wisata religi yang dulunya banyak pengunjung ritual di tempat ini. Namun, gua alami di pedalaman hutan jati tersebut kian sepi wisatawan.
Ia mengaku terakhir kali mengantarkan tamu sekitar dua tahun lalu. Belakangan ini, tamu sangat jarang berkunjung. Kalau pun ada, mereka memilih langsung ke gua mengendarai sepeda motor.
"Untuk makan, (Mbah Darmaji) mengandalkan pemberian tamu. Kalau ada tamu tidak bawa apa-apa, gerundel (menggerutu)," ungkapnya.
"Orang itu (Sudarmaji) rumit, ditanya tidak mau menjawab, menjengkelkan orangnya," timpal Poniyem.
Pengamatan detikJatim di lokasi, ruangan pertama Gua Anggas Wesi cukup luas, sekitar 7x5 meter persegi. Terdapat tempat tidur Sudarmaji di sisi kiri, dan alas tidur para tamu yang ritual di tempat terpencil ini. Kotor dan bau apek begitu kuat dari tempat tidur ini.
Sebelah kanannya terdapat lorong setinggi 1 meter menuju ruangan untuk semedi. Di ujung ruangan terdapat dua arca berdiri dan peralatan ritual. Begitu akan menyusuri samping kanan gua, kami disambut kondisi yang kumuh.
Banyak panci, ember, dan galon di bawah tetesan air gua. Di seberangnya merupakan dapur. Sebab, terdapat tungku berbahan bakar kayu, bubu dapur, serta peralatan memasak.
"Kami juga resah sebagai masyarakat sekitarnya. Kebanyakan orang tahunya Gua Anggas Wesi di Desa Lebak Jabung. Karena semakin bertambah orang-orang yang tidak kami kenal, tidak diketahui asal-usulnya, tidak punya identitas (menghuni gua). Kami khawatir jangan-jangan pelarian, jangan-jangan ini dan itu," terang Ketua LMDH Mitra Wana Sejahtera Desa Lebak Jabung Achmad Yani.
Karena menjadi akses paling dekat, mayoritas pengunjung melewati Dusun Jabung, Desa Lebak Jabung, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto untuk ke Gua Anggas Wesi.
Yani berharap pemerintah bersama Perhutani segera mengambil langkah tegas. Agar gua alami ini tidak dihuni orang semaunya sendiri yang membuatnya kumuh dan sepi pengunjung.
"Besar harapan kami pemerintah mengambil langkah. Jelas gua ini bisa masuk destinasi pariwisata," ujarnya.
Sebab, selain Sudarmaji, terdapat enam orang lainnya yang menghuni area Gua Anggas Wesi. Mereka mendirikan gubuk di sebelah kanan gua atau persis di atas ngarai. Kepala Dusun Jabung Irwandi menuturkan, semua manusia gua itu tak pernah permisi maupun izin.
"Aslinya (fenomena manusia gua) ya kurang bagus, tapi mereka orang kepepet, bermasalah. Kalau tidak bermasalah tidak mungkin di situ. Makanya kalau ditanya mereka tertutup," jelasnya.
Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jabung Tarmidi menuturkan, Sudarmaji menghuni Gua Anggas Wesi sejak sekitar tahun 1983 atau 42 tahun silam. Mbah Darmaji mengaku berasal dari Boyolali, Jateng.
Untuk bertahan hidup, Sudarmaji mengandalkan pemberian tamu. Sebab, ia mengeklaim dirinya sebagai juru kunci gua.
Terkadang pengunjung membawakannya logistik dan makanan. Tak jarang pula, Sudarmaji keluar dari hutan mengendarai sepeda motor untuk belanja kebutuhan pokok.
Selain itu, Mbah Darmaji memelihara ayam di gua. Tak bisa dipungkiri, keberadaan manusia gua ini membuat Gua Anggas Wesi kumuh, sehingga para peziarah enggan datang.
"Saya melihat gua itu kumuh karena ada ternak ayamnya juga. Awal 2025, saya bersama Danramil Trowulan dan mantri Perhutani nego dengan Pak Darmaji agar pindah ke gubuk di luar gua. Sekitar 50-100 meter dari gua, kami buatkan gubuk tanpa memungut apapun dari Pak Darmaji, supaya tidak mengganggu para peziarah. Namun, Pak Darmaji tidak mau pindah," terangnya.
Sedangkan enam orang yang tinggal di gubuk sebelah kanan Gua Anggas Wesi, tambah Tarmidi, merupakan satu keluarga asal Jogoroto. Kepala keluarga ini bernama Joko Mulyono.
Menurutnya, mereka tinggal di tempat tersebut sejak sekitar dua bulan lalu untuk menjalani ritual. Saat ini, pihaknya menempuh upaya persuasif untuk memulangkan mereka.
"Kami sudah pasang komitmen dengan yang bersangkutan lewat mantri dan mandor. Apabila satu bulan ini belum pindah, kami buatkan surat pernyataan meninggalkan tempat, kami tembuskan ke alamat sesuai KTP yang bersangkutan," tandasnya.
Simak Video "Video: Helikopter Mendarat Darurat di Jombang Bikin Heboh Warga"
(irb/hil)