Bupati Bojonegoro, Setyo Wahono akhirnya buka suara terkait dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang mengendap di bank. Hal ini sekaligus menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal 15 pemerintah daerah (pemda) yang mempunyai dana mengendap di bank mencapai ratusan triliun.
Di Jawa Timur, Salah satu pemerintah daerah yang disebut adalah Bojonegoro yang tercatat menyimpan Rp 3,6 triliun. Wahono berharap Kementerian Keuangan dapat memberikan pendampingan serta mentransfer dana bagi hasil (DBH) minyak pada awal tahun.
"Kami berharap dana bagi hasil (DBH) bisa ditransfer di awal tahun dan satu kali. Sehingga proses perencanaan dan pelaksanaan bisa dilakukan di tahun yang sama," kata Wahono di kantornya, Rabu (29/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada, Wakil Bupati Nurul Azizah juga menegaskan, keberadaan dana kas daerah sebesar Rp 3,6 triliun yang belum direalisasikan pada Tahun Anggaran (TA) 2025. Ia menyebut bahwa dana yang biasa disebut sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) bukan bentuk kelambanan pengelolaan anggaran.
"Dana ini sebagai bentuk kebijakan strategi fiskal dalam menghadapi potensi penurunan dana transfer ke daerah dari pusat pada tahun 2026," tutur Nurul.
Nurul juga menjelaskan, APBD 2025 Kabupaten Bojonegoro memiliki struktur pendapatan sekitar Rp 5,8 triliun dan belanja Rp 7,8 triliun. Sehingga, terjadi defisit sekitar Rp 2 triliun yang ditutup melalui silpa dari hasil audit tahun sebelumnya. Sehingga, dipastikan dana Rp 3,6 triliun yang masih tersimpan dan bukan uang menganggur atau mengendap.
"Tolong disampaikan kepada publik, uang Rp 3,6 triliun ini bukan uang nganggur. Ada peruntukkannya, hanya saja hingga saat ini belum selesai terealisasikan," tegas Nurul.
Berdasarkan pada data awal Oktober di tahun 2025, ada silpa 3,6 triliun merupakan uang yang berada di kas dengan posisi di bank RKUD dan bank persepsi yakni bank Jatim.
Dana ini nantinya akan digunakan untuk belanja gaji pegawai dalam satu tahun sekitar Rp 2,7 triliun. Dan pada bulan November hingga desember 2025 nanti akan ada pembayaran sekitar 400 milliar.
Selain itu, Pemkab Bojonegoro akan menggelontorkan Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) untuk 428 desa saat ini masih dalam proses
sebesar 806 milliar.
Bantuan Keuangan Desa (BKD) yang Bersifat Khusus Pengadaan Mobil Siaga Desa Tahun Anggaran 2025 untuk 33 desa sebesar 10 milliar, serta untuk membayar premi UHC (BPJS Kesehatan) klaim masyarakat Bojonegoro yang masuk ke rumah sakit gratis, Pemkab akan merealisasikan dalam dua bulan ke depan membayar sebesar 40 milliar. BPJS Pekerja rentan yang diajukan dua bulan ini sebesar 6 milliar.
Sedangkan untuk beasiswa pendidikan masyarakat Bojonegoro yang ini proses pengajuan sebesar 20 miliiar, dan saat ini masih berjalan pengerjaan fifik dari aspirasi-aspirasi dari DPRD Bojonegoro belum terealisasikan sebesar 164 milliar.Serta terdapat pekerjaan fisik di sektoral yang masih dalam proses pengerjaan.
Wabup Nurul Azizah juga menegaskan perlu adanya kebijakan strategis terkait adanya pengurangan dana transfer dari pemerintah pusat. DBH Migas yang semula Rp 4,5 triliun menjadi Rp 3,3 triliun, atau berkurang Rp 1,2 triliun. Pendapatan Daerah sebesar Rp 1,68 triliun.
PAD ini termasuk kontribusi empat RSUD sekitar Rp 554 miliar. Melihat perhitungan tersebut, Menurutnya pendapatan pada tahun 2026 dengan perkiraan pendapatan di 2026 adalah DBH Migas sebesar Rp 3,3 triliun dan PAD murni daerah Bojonegoro sekitar 1, 8 triliun. Secara keseluruhan ditotal bahwa pendapatan tahun 2026 diperkirakan sekitar 3,8 trilliun.
"Bapak Bupati juga telah mewanti-wanti pada seluruh OPD bahwa tahun 2025 ini tolong dimanage anggarannya. Yang tidak benar-benar pemanfaatannya pada masyarakat jangan direalisasikan. Perjalanan dinas dan seremonial dikurangi," jelas Nurul.
Pemkab Bojonegoro juga telah bersurat pada Kemendagri dan Kemenkeu yang berisi tentang pengalaman 2019 bahwa pagu untuk dana transfer tidak tepat waktu. Sehingga mengakibatkan kegiatan yang disampaikan tidak terbayarkan menjadi kurang bayar.
Pengalaman ini diharapkan ada perhatian bahwa dana transfer bisa dikirimkan sebelum PAPBD sehingga terjamin kepastian anggaran sesuai pagu yang tetapkan," tandas Nurul.
Seperti diketahui, Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Bojonegoro tercatat memiliki simpanan dana daerah tertinggi di perbankan. Kementerian Keuangan mencatat, lambatnya realisasi belanja APBD hingga kuartal III-2025 membuat dana daerah mengendap dan tak terserap optimal.
Data Kemenkeu, ada sebanyak 15 pemerintah daerah (Pemda) yang memiliki simpanan dana tertinggi di perbankan dengan total mencapai ratusan triliun rupiah, termasuk Pemprov Jatim dan Pemkab Bojonegoro.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut, total dana daerah yang mengendap mencapai Rp 234 triliun di bank. Padahal, pemerintah pusat telah menyalurkan anggaran ke daerah dengan cepat.
"Rendahnya serapan tersebut berakibat menambah simpanan uang Pemda yang nganggur di bank sampai Rp 234 triliun. Jadi jelas, ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi," ujar Purbaya dalam rapat pengendalian inflasi tahun 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).
(dpe/abq)











































