Penjelasan Eri Cahyadi Soal Dana Mengendap Rp 234 M di Pemkot Surabaya

Penjelasan Eri Cahyadi Soal Dana Mengendap Rp 234 M di Pemkot Surabaya

Esti Widiyana - detikJatim
Selasa, 28 Okt 2025 21:00 WIB
Penjelasan Eri Cahyadi Soal Dana Mengendap Rp 234 M di Pemkot Surabaya
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi (Foto: Esti Widiyana/detikJatim)
Surabaya -

Kabar dana mengendap di bank masih menjadi perhatian pemda, pemkot, dan pemprov. Di Surabaya sendiri, hingga per Oktober terdapat Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Rp 234,44 miliar.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi tidak menyebut secara gamblang dana mengendap, tetapi menyebut adanya SILPA. Menurutnya, secara garis besar pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Transfer ke Daerah (TKD), kemudian menjadi sumber utama dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Jadi anggaran ada dua. Pendapatan yang PAD murni dari kota, dan pendapatan yang turun dari pemerintah pusat. Ada bagi hasil, ada TKD, macam-macam," kata Eri, Selasa (28/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, sebagian besar pendapatan Surabaya bersumber dari PAD. Maka sejumlah proyek tidak dapat langsung dijalankan di awal tahun anggaran.

ADVERTISEMENT

"Seperti Surabaya, itu 75 persen dari PAD asli. Yang dari pusat seperti dibuat bayar DAU (Dana Alokasi Umum). Nah berarti apa? Di setiap bulan, maka harus ada uang yang memang ada SILPA," ujarnya.

Sedangkan dana SILPA di Surabaya digunakan untuk kebutuhan wajib, seperti pembayaran gaji pegawai, listrik, dan air. Anggaran untuk belanja wajib harus tersimpan dan tidak boleh digunakan. Untuk listrik dan air nilainya sekitar Rp 400-Rp 500 juta per bulan.

Eri menegaskan, bahwa dana itu harus tetap tersimpan minimal dua bulan, agar kebutuhan rutin pemkot bisa terbayar tepat waktu.

"Kalau (kabupaten/kota) kendel (berani), sebulan harus langsung dibayar, dikeluarkan," tegasnya.

Selain kebutuhan rutin, juga untuk proyek fisik di Surabaya baru bisa dimulai pada Maret-April dan selesai November mendatang. Sebab proses lelang baru dapat dilakukan setelah PAD masuk.

Lalu, dana dari pemerintah pusat seperti DAU dan Dana Bagi Hasil (DBH) juga mempengaruhi waktu pelaksanaan proyek. Ketika ditransfer, transfernya tidak di awal, dan anggaran turun pada pertengahan tahun.

Eri menegaskan, kondisi SILPA merupakan hal yang wajar terjadi di daerah dengan dominasi PAD tinggi seperti Surabaya.

"Maka dari itu, hampir semua kota besar, termasuk Surabaya, baru bisa memulai proyek di pertengahan tahun. Karena uang kita itu adalah uang PAD. Dan kita harus mempertahankan (uang) yang rutin, yang harus kita bayar setiap bulan," tegasnya.

Ia memastikan pengelolaan dana SILPA di Surabaya dilakukan sesuai aturan. Dia pun sepakat dengan pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang melarang pemerintah daerah menyimpan kas di Bank Pembangunan Daerah (BPD) wilayah lain.

"Seperti Pak Menteri bilang, (misal) kalau uang (Surabaya) ditaruh di Bank Jakarta, itu yang salah. Tapi bagaimana (daerah) itu bisa mempertanggungjawabkan setiap bulan, kebutuhannya berapa, memang harus kita SILPA-kan," pungkasnya.




(auh/abq)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads