Pesantren Cangaan, Pondok Tertua Berusia Lebih 300 Tahun di Jawa Timur

Mira Rachmalia - detikJatim
Selasa, 21 Okt 2025 20:00 WIB
ILUSTRASI SANTRI. Foto: Gemini AI
Surabaya -

Di Kelurahan Gempeng, Kecamatan Bangil, berdiri Pesantren Cangaan, salah satu pondok tertua di Jawa Timur yang telah berusia lebih dari tiga abad. Pondok ini bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi juga saksi perjalanan panjang penyebaran Islam di kawasan timur Pulau Jawa.

Dari arsitektur bangunannya yang klasik hingga tradisi keilmuan yang terus dijaga, Cangaan mencerminkan jejak peradaban Islam yang kokoh di tanah santri. Bangil sendiri dikenal sebagai "Kota Santri" karena banyaknya pesantren yang melahirkan ulama besar dan tokoh agama berpengaruh.

Di antara deretan pondok bersejarah itu, Cangaan menempati posisi istimewa. Konon, santri dari berbagai daerah di Nusantara bahkan Asia Tenggara pernah menimba ilmu di sini, menjadikannya pusat keilmuan lintas budaya sejak masa awal berdirinya.

Sejarah Berdirinya Pesantren Cangaan

Pesantren Cangaan didirikan seorang wali Allah yang dikenal dengan julukan Mbah Lowo Ijo, yang memiliki nama asli Syekh Jalaluddin atau Syekh Abdul Qodir. Sosok beliau dikenal luas sebagai tokoh penyebar Islam di kawasan Pasuruan dan sekitarnya.

Di masa awal berdirinya, pondok ini berfungsi sebagai pusat dakwah dan pendidikan Islam bagi masyarakat Bangil, sekaligus tempat menimba ilmu bagi para santri dari Madura, Jawa, hingga luar pulau.

Bangunan utama pondok masih mempertahankan gaya arsitektur tradisional dengan lima asrama utama (ribath), yang dahulu dibedakan berdasarkan asal santri, seperti asrama Bangkalan, Sumenep, Jawa, Kudus, dan Bonang. Setiap asrama memiliki bentuk dan ukuran serupa, dengan ciri khas atap wuwungan bergenting burung sebagai simbol keindahan dan kekokohan spiritual.

Tempat Belajar Para Ulama Besar Nusantara

Pesantren Cangaan memiliki catatan penting dalam sejarah keilmuan Islam di Indonesia. Pondok ini pernah menjadi tempat belajar para ulama besar Nusantara, salah satunya Syaikhona Kholil Bangkalan, guru dari KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama.

Saat menimba ilmu di Cangaan, Syaikhona Kholil masih berusia sekitar 7-12 tahun, dan diasuh langsung oleh KH Abdul Lathif. Selain itu, nama-nama besar seperti KH Chasbullah, ayah dari KH Abdul Wahab Chasbullah (pendiri NU), serta KH Hasyim Asy'ari sendiri, juga pernah menimba ilmu atau melakukan tabarukan di pondok ini.

Jejak keberkahan Syaikhona Kholil masih terasa hingga kini. Kamarnya saat nyantri di Cangaan masih terjaga dan sering dijadikan tempat tabarukan oleh para peziarah. Tak jauh dari sana, terdapat sumur peninggalan Syaikhona Kholil yang konon digali saat Bangil dilanda kemarau panjang.

Air dari sumur ini dahulu menjadi sumber kehidupan bagi santri dan warga sekitar. Bahkan, terdapat kentongan bambu legendaris milik beliau yang dipercaya suaranya bisa terdengar hingga Bangkalan, Madura-sebuah karomah yang memperkuat keyakinan masyarakat terhadap keistimewaan beliau.

Sanad Keilmuan dan Tradisi Tauhid yang Terjaga

Pesantren Cangaan dikenal memiliki sanad keilmuan yang kuat dan terjaga turun-temurun, terutama dalam bidang ilmu tauhid. Di pondok ini terdapat naskah kitab tauhid kuno yang ditulis tangan dengan aksara Arab Pegon.

Kitab tersebut tidak dicetak secara massal, melainkan hanya digandakan untuk santri yang mengaji langsung kepada pengasuhnya. Hal ini menjadi bukti bahwa keilmuan di Cangaan disampaikan secara langsung dan bersanad, menjaga kemurnian ajaran dari generasi ke generasi.

Salah satu simbol khas pondok ini adalah pohon sawo bercabang tiga yang tumbuh di area pesantren. Menurut para dzurriyyah (keturunan pendiri), tiga cabang pohon tersebut melambangkan tiga sifat dalam ilmu tauhid, yaitu sifat wajib, sifat jaiz, dan sifat mustahil bagi Allah. Makna filosofis ini menegaskan betapa ilmu tauhid menjadi pondasi utama dalam setiap pembelajaran di Pondok Cangaan.

Meski telah berusia lebih dari 300 tahun, Pesantren Cangaan tetap bertahan dan berkembang di tengah arus modernisasi. Bangunan-bangunan bersejarah seperti kamar santri Mbah Lowo Ijo, sumur Syaikhona Kholil, dan kentongan peninggalan masa lampau masih terawat dengan baik, menjadi pengingat akan kejayaan masa lalu dan sumber inspirasi bagi generasi sekarang.

Keberadaan Pesantren Cangaan bukan hanya simbol keteguhan spiritual, tetapi juga cerminan kekuatan nilai keilmuan dan sosial yang mengakar dalam tradisi pesantren di Jawa Timur.

Lebih dari sekadar lembaga pendidikan, Cangaan adalah penjaga warisan peradaban Islam Nusantara, yang hingga kini terus menebarkan keberkahan bagi masyarakat Pasuruan dan sekitarnya.



Simak Video "Video: Sambut Hari Santri 2025, FPTP Adakan Lomba Baca Kitab Kuning"

(ihc/irb)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork