Ulama-ulama Besar Ini Pernah Menimba Ilmu di Pesantren Al Hamdaniyah

Ulama-ulama Besar Ini Pernah Menimba Ilmu di Pesantren Al Hamdaniyah

Suparno - detikJatim
Sabtu, 25 Okt 2025 21:30 WIB
Kamar yang pernah ditempati ulama besar KH Hasyim Asyari di Ponpes Al Hamdaniyah.
Kamar yang pernah ditempati ulama besar KH Hasyim Asy'ari di Ponpes Al Hamdaniyah. (Foto: Suparno/detikJatim)
Sidoarjo -

Ponpes Al Hamdaniyah Siwalan Panji, Buduran, Sidoarjo yang berdiri sejak 1787 adalah salah satu pesantren tertua di Jatim. Tempat yang mulanya dikenal dengan Pondok Siwalan Panji itu telah melahirkan banyak ulama besar pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan tokoh penting dalam sejarah perjuangan bangsa.

Pengasuh Ponpes Al Hamdaniyah, KH Much Hasyim Fahrurrozi yang akrab disapa Gus Hasyim mengatakan bahwa pesantren ini telah menjadi saksi perjalanan panjang dunia pendidikan Islam di Indonesia.

"Pesantren Al-Hamdaniyah ini didirikan Mbah Kyai Absari pada 1787. Selain menjadi lembaga pendidikan tertua di Sidoarjo pesantren ini juga melahirkan banyak ulama besar yang berperan penting dalam berdirinya Nahdlatul Ulama," kata Gus Hasyim kepada detikJatim, Kamis (23/10).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejumlah nama besar yang pernah menimba ilmu di pesantren ini yakni KH Hasyim Asy'ari (pendiri NU), KH Asy'Ad Samsul Arifin, KH Ridwan Abdullah (pencipta lambang NU), KH Alwi Abdul Aziz, KH Wahid Hasyim, KH Wahab Hasbullah, KH Umar (Jember), KH Nasir (Bangkalan), KH Usman Al Ishaqi, hingga KH Abdul Majid (Bata-Bata Pamekasan).

"Kiai-kiai besar dari berbagai daerah pernah belajar di sini. Bahkan pendiri pesantren besar seperti Gontor dan Bululawang pun merupakan santri dari Siwalan Panji," jelas Gus Hasyim.

ADVERTISEMENT

KH Hasyim Asy'ari pernah menuntut ilmu di pesantren ini selama kurang lebih 5 tahun pada masa kepemimpinan Mbah Kyai Abdul Rokhim. Untuk mengenang jasa dan perjuangan beliau, kamar KH Hasyim Asy'ari di kompleks pesantren hingga kini masih dipertahankan dalam kondisi aslinya.

"Kamar KH Hasyim Asy'ari tidak pernah kami pugar. Biarlah tetap sederhana seperti dulu. Ini menjadi pengingat bagi para santri bahwa menjadi tokoh besar tidak harus dengan fasilitas mewah," tegas Gus Hasyim.

Selain menjadi pusat ilmu agama, Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah juga terus berkembang dengan menggabungkan sistem pendidikan salaf (tradisional) dan klasikal (modern). Sistem pembelajaran nonformal seperti sorogan dan bandongan tetap dipertahankan melalui Madrasah Diniyah Al-Hamdaniyah.

Sementara pendidikan formal dijalankan di bawah Yayasan Al-Khamdani Panji, yang menaungi Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) Faqih Hasim.

"Kami memadukan dua sistem: klasik dan modern. Santri tetap belajar kitab kuning, tapi juga dibekali kemampuan bahasa Inggris dan Arab melalui program PLK (Pendidikan dan Latihan Keahlian) yang mendapat dukungan dari pemerintah," kata Gus Hasyim.

Dengan usia yang telah mencapai lebih dari dua abad, Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah tetap berdiri teguh sebagai penjaga tradisi keilmuan Islam dan pusat pembentukan karakter santri.

Bangunannya yang masih mempertahankan arsitektur joglo bercagak kayu menjadi saksi bisu perjalanan panjang dakwah dan pendidikan Islam di Jawa Timur.

"Dari tempat yang dulu hanya rawa-rawa, lahirlah pesantren yang melahirkan para ulama besar. Ini bukti bahwa keberkahan ilmu dan ketulusan perjuangan tidak akan hilang oleh waktu," pungkas Gus Hasyim.




(dpe/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads