Timsus Dikerahkan untuk Monitor Bangunan 199 Pesantren di Mojokerto

Timsus Dikerahkan untuk Monitor Bangunan 199 Pesantren di Mojokerto

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Sabtu, 11 Okt 2025 22:00 WIB
Bupati Mojokerto Gus Barra
Bupati Mojokerto Gus Barra (Foto: Dok. Istimewa)
Mojokerto -

Pemkab Mojokerto membentuk timsus monitoring dan evaluasi (monev) bangunan pondok pesantren untuk mencegah tragedi serupa dengan Ponpes Al Khoziny, Sidoarjo. Terlebih lagi 199 ponpes di Bumi Majapahit belum mengantongi sertifikat laik fungsi (SLF).

Timsus monev bangunan ponpes telah dibentuk oleh Bupati Mojokerto Muhammad Albarraa (Gus Barra). Tim yang dipimpin Sekda Teguh Gunarko ini beranggotakan DPMPTSP, Dinas PUPR, Bakesbangpol, para camat, Forum Komunikasi Ponpes (FKPP), serta Kemenag Kabupaten Mojokerto.

Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag Kabupaten Mojokerto Ama Noor Fikry menjelaskan, terdapat 199 ponpes di wilayahnya yang terdaftar di Education Management Information System (EMIS) Kemenag.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari jumlah itu, pihaknya bersama FKPP mengusulkan 36 ponpes sebagai sasaran prioritas timsus monev bangunan pesantren. Misalnya, Ponpes Nurul Ummah di Pacet dan Ponpes Nurul Islam di Pungging, Mojokerto.

"Kami usulkan ke bupati ada sekitar 36 ponpes yang menjadi prioritas untuk dimonev. Pertimbangannya memenuhi tiga kriteria, yaitu usia bangunan sudah lama di atas 10 tahun, berlantai 2 atau lebih, memiliki banyak santri," jelasnya kepada wartawan, Sabtu (11/10/2025).

ADVERTISEMENT

Timsus monev, lanjut Fikry bertugas mengecek langsung kondisi bangunan ponpes di Kabupaten Mojokerto. Ketika menemukan kekurangan pada bangunan, tim bakal memberikan saran perbaikan kepada pengasuh atau pengurus pesantren.

"Nanti instrumennya untuk monev apa saja, kami belum tahu," ujarnya.

Dari sisi regulasi, sejatinya pemerintah mengharuskan setiap pembangunan gedung mempunyai izin berupa persetujuan bangunan gedung (PBG) dan SLF. Namun, belum ada ponpes di Mojokerto yang mengantongi izin tersebut.

Ketika dikonfirmasi terkait fenomena ini, Fikry mengaku belum mengetahui persisnya. Menurutnya, mengecek PBG dan SLF menjadi salah satu tugas timsus monev bangunan ponpes.

Seiring dengan kerja timsus, DPMPTSP Kabupaten Mojokerto bakal menggelar sosialisasi perizinan ponpes pada Oktober-November 2025. Fikry berharap sosialisasi ini bisa memberi pemahaman para pengurus pesantren.

"Kalau melihat PBG dan SLF menjadi ranah Dinas PUPR dan melihat kondisi pesantren kita, kami berharap konsultan yang dimintai tolong oleh pesantren yang benar2 bisa membantu mengurus sampai tuntas PBG dan SLF. Kebanyakan pondok2 di kami yang tidak besar, pokoknya membangun. Bahasa seperti itu mau menggunakan standar apa. Harapannya mengikuti perkembangan zaman," terangnya.

Senada dengan Fikry, Gus Barra menyebut ponpes yang mempunyai banyak santri menjadi sasaran prioritas pengecekan kekuatan konstruksi bangunan oleh timsus.

"Kalau ditemukan ketidaklayakan (bangunan), kami beri saran agar tidak dipakai. Kalau pun nanti kami akan memberikan dana hibah, kami lihat kekuatan APBD tahun ini," cetusnya.

Data yang dirilis Dinas PUPR Kabupaten Mojokerto, mereka menerima 306 permohonan SLF dan 180 PBG sepanjang Januari-September 2025. Namun, kepengurusan izin yang tuntas hanya 74 SLF dan 69 PBG.

Rinciannya 68 SLF tempat usaha, 1 SLF perumahan, 2 SLF hunian perorangan, serta 3 SLF untuk tempat usaha UMKM. Sedangkan 69 PBG meliputi 15 tempat usaha, 53 perumahan atau hunian developer, serta 1 hunian perorangan.

"Belum pernah ada permohonan PBG untuk ponpes. Selama ini, juga belum ada SLF yang terbit untuk ponpes. Kami hanya bisa mengimbau agar mengurus," ungkap Kepala Bidang Penataan Bangunan Gedung Dinas PUPR Kabupaten Mojokerto Dody Prasetyo.

Tidak hanya pesantren, lanjut Dody, sekolah hingga gedung negara di Kabupaten Mojokerto juga belum ada yang mengurus PBG-SLF. Padahal, ketentuan PBG dan SLF yang mulai diterapkan Desember 2021 ini, sangat penting untuk menjamin keselamatan, keamanan, kesehatan dan kenyamanan orang-orang yang menempati bangunan.

"Gedung negara idealnya juga mempunyai izin PBG dan SLF. Kami sarankan kepada para penerima hibah agar setelah pembangunan, setelah kami hibahkan, agar mengurus SLF dan PBG. Kalau industri atau pergudangan memandang SLF menjadi syarat untuk izin operasional mereka. Sehingga mereka tertib," tandasnya.




(dpe/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads