9 Tahun Konservasi Penyu di Pesisir Tulungagung dengan Peralatan Sederhana

9 Tahun Konservasi Penyu di Pesisir Tulungagung dengan Peralatan Sederhana

Adhar Muttaqin - detikJatim
Minggu, 05 Okt 2025 17:30 WIB
9 Tahun Konservasi Penyu di Pesisir Selatan Tulungagung dengan Peralatan Sederhana
9 Tahun Konservasi Penyu di Pesisir Selatan Tulungagung dengan Peralatan Sederhana (Foto: Adhar Muttaqin)
Tulungagung -

Keterbatasan peralatan dan fasilitas bukan menjadi penghalang Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sanggaria Tulungagung untuk menyelamatkan telur penyu di pesisir selatan. Hingga kini ribuan tukik hasil penetasan telah dilepaskan kembali ke laut.

Aktivitas konservasi penyu di Desa Jengglungharjo, Kecamatan Tanggunggunung, Tulungagung tersebut dipimpin oleh Lego Riyanto. Setiap hari ia dan belasan angggota pokdarwis rutin berkeliling di Pantai Sanggar, Pantai Ngalur dan beberapa pantai di sekitarnya untuk mencari sarang telur penyu.

"Sejak dulu memang pantai-pantai di sini menjadi tempat penyu bertelur. Biasanya bertelur pada malam hari dengan menggali pasir di pantai," kata Lego, Minggu (5/10/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Telur penyu yang ditemukan selanjutnya dievakuasi ke dalam bak berpasir dan dibawa pulang untuk ditetaskan. Upaya tersebut dilakukan agar telur dapat menetas maksimal dan terbebas dari ancaman predator.

Proses pengeraman menggunakan pasir tersebut rata-rata membutuhkan waktu sekitar 60 hari. Saat telur menetas, tukik atau anak penyu akan muncul dengan sendirinya dari dalam pasir.

ADVERTISEMENT

"Tukiknya kemudian kami simpan dalam bak berisi air laut selama dua bulan. Setelah itu akan kami bawa kembali ke laut untuk dilepasliarkan," ujarnya.

Menurutnya kegigihan Pokdarwis Sanggaria untuk menyelamatkan penyu berawal dari kekhawatiran terhadap banyaknya predator telur.

"Predatornya itu salah satunya adalah biawak, bahkan ada beberapa orang tidak bertanggung jawab yang menjadi predator penyu. Kalau kondisi ini dibiarkan maka anak cucu kita tidak akan tahu lagi apa itu penyu," ujarnya.

9 Tahun Konservasi Penyu di Pesisir Selatan Tulungagung dengan Peralatan Sederhana9 Tahun Konservasi Penyu di Pesisir Selatan Tulungagung dengan Peralatan Sederhana Foto: Adhar Muttaqin

Tidak hanya itu penetasan telur secara alami di pantai sering kali menemui kendala akibat pertumbuhan akar dari tumbuhan liar di sekitar sarang.

"Kalau pada saat bertelur mungkin lokasinya aman dan masih mudah digali oleh induknya, namun karena proses penetasan lama, terkadang muncul akar-akar tanaman liar di sekitarnya," jelasnya.

Kondisi tersebut mengakibatkan timbunan pasir di sarang penyu menjadi keras. Dampaknya saat telur menetas, tukik atau anak penyu tidak mampu menembus pasir.

"Kalau nggak bisa keluar ya mati," imbuhnya.

Upaya konservasi penyu yang dilakukan Lego dan kawan-kawan telah berlangsung selama sembilan tahun. Meski demikian hingga kini mereka belum memiliki tempat yang layak untuk konservasi.

"Kami berharap pemerintah ikut turun tangan membantu, setidaknya menyiapkan lokasi konservasi di tepi pantai yang lebih baik," jelasnya.

Pihaknya mengaku telah menemukan titik lokasi konservasi yang layak, namun tidak memiliki anggaran untuk melakukan pembangunan.

"Kalau yang ideal ya di pinggir pantai. Di sisi barat Pantai Sanggar itu sebetulnya cukup ideal. Dulu itu sempat ada BUMN yang mau membantu melalui CSR tapi sekarang tidak ada tindak lanjutnya," imbuhnya.

Lego menambahkan, bagi Pokdarwis Sanggaria konservasi penyu secara mandiri membutuhkan anggaran yang besar, termasuk untuk pembelian pakan hingga akomodasi.

"Konsentrat untuk pakan itu sehari Rp 10 ribu, kalau ikan ya sekitar Rp 20 ribu, belum lagi bensin untuk wira-wiri kami, karena dua hari sekali harus ambil air ke laut sini untuk tukik," imbuhnya.

Saat ini tempat konservasi dipusatkan di rumah warga yang berjarak sekitar tiga kilometer dari pantai. Pihaknya berharap ke depan fasilitas konservasi bisa segera dibangun di bibir pantai.

Halaman 3 dari 2
(auh/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads