Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, banyak orang mulai mencari cara untuk melambat sejenak, menikmati momen sederhana, dan kembali dekat dengan alam. Konsep slow living hadir sebagai jawaban untuk mereka yang ingin hidup lebih tenang, sadar, dan seimbang.
Gaya hidup ini menekankan pentingnya memperlambat ritme sehari-hari, mengurangi distraksi, serta lebih menghargai kualitas hidup dibanding sekadar produktivitas tanpa henti. Prinsip slow living tidak hanya soal istirahat, tetapi juga menciptakan keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan lingkungan.
Untuk menerapkannya, seseorang biasanya membutuhkan tempat dengan suasana asri, jauh dari kebisingan kota, udara yang bersih, serta komunitas lokal yang ramah. Malang Raya di Jawa Timur menawarkan banyak destinasi yang mendukung gaya hidup ini, dari desa pegunungan hingga kawasan heritage di pusat kota.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rekomendasi Lokasi Slow Living di Malang Raya
Lokasi yang cocok untuk slow living adalah tempat-tempat yang menawarkan biaya hidup rendah, keamanan, alam yang indah, suasana pedesaan, dan komunitas yang ramah. Berikut beberapa lokasinya di kawasan Malang Raya.
1. Desa Oro-oro Ombo, Kota Batu
![]() |
Terletak di lereng Gunung Panderman, Desa Oro-oro Ombo menawarkan hawa sejuk khas pegunungan dengan panorama yang indah. Desa ini terbagi dalam tiga dusun: Krajan, Dresel, dan Gondorejo.
Mayoritas penduduk di Krajan dan Gondorejo memiliki usaha homestay, vila, hingga kos-kosan, sementara warga Dresel banyak berprofesi sebagai peternak sapi perah dan petani sayur. Suasana pedesaan yang tenang, jauh dari lalu lintas padat, sangat cocok untuk bersantai atau bahkan bekerja secara remote.
Selain itu, Oro-oro Ombo dikenal dengan Kampung Edukasi Camping Ground dan Permainan Tradisional, yang bisa menjadi alternatif kegiatan rekreatif. Keunikan geografis serta aktivitas lokalnya membuat desa ini ideal sebagai destinasi slow living.
2. Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang
![]() |
Jika mencari suasana desa asri yang dekat dengan wisata alam, Tumpang adalah jawabannya. Kecamatan ini terdiri dari 15 desa dengan lanskap yang dikelilingi sawah, sungai, dan pegunungan.
Lokasinya dekat dengan destinasi populer seperti Coban Pelangi dan jalur menuju Bromo, sehingga cocok untuk pencinta alam yang ingin beristirahat sekaligus berpetualang.
Tumpang juga memiliki kehidupan masyarakat yang masih kental dengan tradisi lokal. Lingkungan pedesaannya yang jauh dari hiruk-pikuk kota membuatnya menjadi opsi menarik untuk menjalani prinsip slow living dengan lebih maksimal.
3. Pujon-Ngantang, Malang Barat
![]() |
Wilayah Pujon dan Ngantang dikenal dengan pemandangan sawah hijau, bukit-bukit yang sejuk, serta udara segar bebas polusi. Banyak warga yang masih mengandalkan pertanian dan perkebunan, mulai dari sayur-sayuran segar hingga buah-buahan khas seperti apel dan stroberi.
Suasana pedesaan yang alami menjadikan kawasan ini cocok untuk mereka yang ingin belajar berkebun, menikmati hasil bumi langsung, atau sekadar melambatkan ritme kehidupan.
Selain keindahan alam, kawasan ini juga memiliki sejumlah spot agrowisata yang bisa menjadi sarana edukasi dan rekreasi. Bagi yang ingin benar-benar melepaskan diri dari kesibukan kota, Pujon dan Ngantang adalah pilihan tepat untuk slow living.
4. Kawasan Ijen Boulevard, Kota Malang
![]() |
Bagi yang ingin merasakan slow living tanpa meninggalkan pusat kota, Jalan Ijen bisa menjadi opsi menarik. Jalan rindang ini dikelilingi rumah-rumah heritage peninggalan kolonial Belanda, menciptakan nuansa klasik yang menenangkan.
Di pagi atau sore hari, suasana relatif sepi, sehingga nyaman untuk jalan kaki, jogging, atau sekadar menikmati udara segar. Selain rindang dan terawat, kawasan Ijen Boulevard juga memiliki nilai sejarah tinggi.
Tata ruangnya dirancang arsitek Belanda Herman Thomas Karsten pada tahun 1930-an. Hingga kini, kawasan ini masih menjadi ikon kota Malang yang menunjukkan perpaduan keindahan arsitektur, ruang hijau, dan sejarah. Cocok untuk mereka yang ingin slow living dengan sentuhan urban heritage.
(ihc/irb)